Jakarta, Aktual.com – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terkesan menganggap remeh aksi protes masyarakat terhadap kebijakan kenaikan tarif listrik berkapasitas 900 Volt Ampere (VA) pada tahun depan.
Kebijakan tak populis ini dinilai akan membuat banyak masyarakat melakukan aksi protes. Sehingga, pemerintah pun mempersilakan mereka melakukan itu dengan format mengisi formulir pengaduan di kelurahan atau kantor PT PLN (Persero) terdekat.
Menurut Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan, Direktorat Jenderal Ketenaglistrikan ESDM, Satya Zulfanitra menyebut, mekanisme protes masyarakat pun sudah diatur dalam kebijakan kenaikan tarif listrik itu.
“Jadi, pengaduan masyarakat ini sudah diatur di dalam Permen (Peraturan Menteri) ESDM. Sehingga masyarakat tak perlu khawatir jika protesnya itu tsk akan diproses,” cetus Zulfanitra, di Jakarta, ditulis Minggu (20/11).
Permen yang dia maksud adalah, Permen No. 29 tahun 2016 tentang Meksnisme Penberian Subsidi Tarif Tenaga Listrik untuk Rumah Tangga.
Secara teknis, kata dia, masyarakat yang mau membuat surat aduan itu mengisi formulir soal kepemilikan aset, kondisi rumah, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, hingga jumlah tanggungan dalam keluarganya
Nantinya setelah formulir diisi lengkap, kata dia, akan dikirimkan ke kantor kecamatan, kemudian ke pemerintah kota/kabupaten, hingga akhirnya diperiksa oleh tim ad hoc di pemerintah pusat.
“Tim ad hoc itu terdiri dari Kementerian ESDM, PLN, dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). Jadi kami menjamin formulir itu sampai,” klaim dia.
Namun begitu, dengan catatan, klaim masyarakat tersebut atas hak subsidinya bisa dikabulkan asal berdasarkan penilaian dan masuk dalam kriteria 40 persen penduduk termiskin di Indonesia yang disusun TNP2K.
“Silahkan masyarakat isi formulirnys. Kami pastikan nanti akan diberikan ke posko pusat untuk diteruskan. Di sana, akan dinilai oleh tim ad hoc tersebut,” jelas dia.
Di tempat yang sama, Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero), Benny Marbun menyebutkan, kebijakan kenaikan tarif listrik ini akan memicu gelombang aksi unjuk rasa. Kemungkinan di Januari sudah mulai banyak aksi protes.
“Makanya, kami (tim ad hoc) sudah siapkan aplikasi pengaduan, bahkan bisa diakses secara online di masing-masing kantor kecamatan agar laporan bisa cepat tersampaikan,” ungkap Benny.
Klaim PLN, selama ini banyak penerima subsidi yang tak tepat sasaran. Antara data dari TNP2K dengan yang diakntongi PLN terdapat ketidakcocokan data. Sehingga, ia memprediksi orang-orang yang semula mendapat subsidi kemudian dicabut subsidinya akan melakukan protes.
“Kami memang menerima data 4,1 juta rumah tangga miskin dari TNP2K. Lengkap dengan nama dan alamat. Kami cek satu-satu, kami datangi ke lapangan mulai Januari hingga Maret 2016. Karena perintah Presiden, jangan sampai ada orang miskin yang tak dapat subsidi,” papar Benny.
Akan tetapi, kata dia, dari angka yang disodorkan TNP2K itu hanya 2,89 juta pelanggan saja yang datanya cocok dengan milik PLN untuk menikmati subsidi listrik dikapasitas 900 VA.
“Sehingga sisanya, dipastikan akan melakukan protes. Silakan mengadu. Tapi nantinya, keputusan akhirnya ada di Kementerian ESDM, apakah subsidinya bisa diklaim atau tidak,” pungkas dia.
Sebagai informasi, subsidi listrik di dalam APBN 2017 tercatat sebesar Rp45 triliun, di mana angka ini menurun 11,17 persen dibandingkan alokasi di APBN Perubahan 2016 sebesar Rp50,66 triliun. Subsidi ini mencakup penggunaan listrik berdaya 450 VA bagi 9,1 juta pelanggan dan subsidi 900 VA sebanyak 4,1 juta pelanggan.
Dengan kata lain, ada 18,94 juta pelanggan 900 VA yang tidak bisa lagi menikmati subsidi listrik di tahun depan.
Laporan: Busthomi
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby