Makanya, dengan posisi utang yang menumpuk itu, kata dia, harga listrik pun terus digenjot naik. Termasuk yang 900 VA. Bahkan, Menteri ESDM juga bagaikan algojo menetapkan kenaikan harga listrik tanpa memikirkan daya beli masyarakat.
“Yang disayangkan lagi, kenaikan ini mengesampingkan bahwa ini sebagai perbuatan yang tidak pantas di tengah penurunan harga batubara, gas dan minyak yang merupakan unsur biaya terbesar dalam PLN,” jelas dia.
Utang-utang PLN yang dia maksud adalah, utang dari Bank Dunia (World Bank) sebesar US$3,75 miliar, dari Asian Development Bank (ADB) sebesar US$4,05 miliar, dari Japan International Cooperation Agency (JICA) sebesar US$5 miliar.
Kemudian dari KfW Bankengruppe sebesar 1,65 miliar Euro, AFD Perancis sebesar 300 juta Euro, China Exim Bank sebesar US$5 miliar, China Development Bank sebesar US$10 miliar, dan Islamic Development Bank (IDB) sebesar US$300 juta.
Selanjutnya, baru-baru ini PLN juga mengambil utang dari pasar keuangan internasional US$ 7 miliar atau sekitar Rp94,5 triliun. “Dengan demikian maka total utang PLN telah mencapai Rp500,175 triliun. Ini merupakan perusahaan dengan rekor tertinggi dalam mengambil utang. Total utang PLN sebelum revaluasi asset telah lebih dari 100 % dari total asset,” papar dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Arbie Marwan