Jakarta, Aktual.com – Kenaikan suku bunga the Federal Reserve, Fed fund rate (FFR) memang sempat ditakutkan oleh para pelaku pasar di banyak negara. Namun nyatanya, kenaikan 25 basis poins (bps) menjadi di level 1 persen itu telah diantisipasi dampaknya oleh pasar. Sehingga tak menjadi sentimen negatif.
“Dari akhir Februari sampai awal Maret ini, sudah terbentuk proses adjustment di pasar yang menyiratkan kenaikan FFR hingga tiga kali. Makanya telah terbentuk komunikasi. Sehingga waktu kemarin beneran naik tidak terjadi gejolak di pasar, malah rupiah menguat,” papar Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, di Jakarta, Jumat (17/3).
Bagi BI, komunikasi yang baik dengan pasar itu membuat dampaknya terantisipasi dengan baik. Namun begitu, diakui Mirza, BI tetap mewaspadai gejolak di pasar global, apalagi kenaikan FFR bisa terjadi berkali-kali.
“Kita harus terus mencermati kondisi eksternal ya. Karena kondisi eksternal itu masih ada masalah dari the Fed. Dia akan terus naikan bunga, ini kan enggak di-stop, tahun depan bisa tiga kali lagi. Tahun ini tiga kali juga (kenaikannya),” tutur dia.
Untuk itu, kata dia, kebijakan BI nantinya untuk mengantisipasi itu, pihaknya tak akan menaikan suku bunga BI 7 day repo rate dan laju inflasi harus terus di kisaran rendah.
Namun demikian, pihaknya terus mewaspadai kelangsungan utang luar negeri (ULN), terutama ULN swasta. Meski begitu, ULN swasta itu posisinya sudah terkendali, dengan adanya kewajiban hedging dan kewajiban credit rating.
“Kami akan terus menjaga kehati-hatian. Agar ULN swasta berhutang lebih hati-hati. Selama ini, posisi ULN swasta sejak BI terbitkan aturan kehati-hatian ULN swasta yang tadinya sempat mencapai US$ 165 miliar di 2014 sekarang sudah turun jadi US$ 159 miliar,” tegas Mirza.
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka