Jakarta, Aktual.com – Wapres Jusuf Kalla bercerita mengenai proses perundingan perdamaian antara Pemerintah dengan kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) satu dasawarsa lalu.
Perdamaian yang berujung pada penandatanganan Perjanjian Helsinki tersebut melalui proses yang tidak mulus.
Setelah melalui lima kali perundingan saat itu antara Presiden Finlandia Martti Ahtisaari selaku penengah, Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaluddin dari pihak Pemerintah, serta Malik Mahmud dan Zaini Abdullah dari pihak GAM, kesepakatan akhirnya dicapai pada perundingan ke enam.
“Saya selalu percaya angka lima. Saya bilang ini akan selesai dalam lima kali perundingan. Betul saja, perundingan ke enam ditandatangani,” kata Kalla di Banda Aceh, Sabtu (14/11).
Selama enam bulan, Kalla yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI periode 2004-2009 bersiaga untuk mendapatkan laporan via telepon dari Hamid.
Perdamaian antara Pemerintah RI dan kelompok separatis GAM tercapai melalui nota kesepahaman atau MoU Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Di dalam nota kesepahaman itu disebutkan, “GAM melakukan demobilisasi atas semua 3.000 personel pasukan militernya. Anggota GAM tidak akan memakai seragam maupun menunjukkan emblem atau simbol militer setelah penandatanganan Nota Kesepahaman ini”.
Pemerintah juga telah memberikan kewenangan tambahan terkait pengelolaan pertanahan, yakni penetapan Hak Guna Usaha (HGU) dan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada Pemerintah Provinsi Aceh setelah dilakukan perundingan yang cukup lama.
Sementara itu, Presiden RI Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi (Migas) di Aceh.
Artikel ini ditulis oleh: