Jakarta, aktual.com – Dalam Surah al-Syarh ayat 1:
أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ
Artinya, “Bukankah Kami telah melapangkan dadamu (Nabi Muhammad)”.
Allah memilih kata ṣadr (dada) ketika berbicara tentang pelapangan, bukan qalb (hati). Pemilihan ini bukan kebetulan, melainkan memiliki alasan yang mendalam. Dada adalah wilayah pertama yang menjadi sasaran berbagai bisikan dan gangguan batin.
Al-Qur’an sendiri menggambarkan bahwa godaan-godaan halus itu menyelinap masuk melalui dada manusia. Sebagaimana firman Allah Swt,
الَّذِيْ يُوَسْوِسُ فِيْ صُدُوْرِ النَّاسِۙ ٥
“yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia,” (Q.S: An-Nas: 5).
Karena itu, ketika Allah berbicara tentang pelapangan, yang dimaksud adalah proses membersihkan ruang awal tempat masuknya kegelisahan tersebut dan menggantinya dengan dorongan-dorongan yang menuntun kepada kebaikan. Pelapangan ini terjadi di area yang menjadi gerbang menuju hati, sehingga penyandarannya kepada “dada” menjadi sangat tepat.
Sejumlah ulama memberi gambaran lebih mendalam mengenai hubungan dada dan hati. Muhammad ibn ‘Ali at-Tirmidzi, misalnya, menjelaskan bahwa hati adalah pusat akal, pengetahuan, dan keyakinan.
القَلْبُ مَحَلُّ العَقْلِ والمَعْرِفَةِ
“Pusat akal, pengetahuan, dan keyakinan.”
Ia adalah sasaran utama setan. Namun setan tidak langsung menyerang hati; ia mendekati dada terlebih dahulu, karena dada merupakan benteng yang mengitari hati.
Jika ia menemukan ruang untuk menyusup, ia menembusnya lalu memenuhi batin dengan kegundahan, kekhawatiran, kesedihan, serta keinginan-keinginan yang berlebihan. Ketika itu terjadi, hati menyempit, kehilangan ketenangannya, dan tidak lagi merasakan kelezatan ibadah atau kekuatan spiritual.
Namun bila celah itu tertutup sejak awal dan gangguan berhasil dihalau, suasana batin berubah sepenuhnya. Dada menjadi tenang dan lapang, hati terlindungi dari serangan, dan seseorang merasakan kemudahan dalam menjalankan ketaatan.
Pelapangan dada yang Allah anugerahkan dalam ayat tersebut menggambarkan kondisi batin yang bersih dari tekanan dan cengkraman bisikan, sehingga manusia dapat menapaki jalan penghambaan dengan keyakinan yang terang dan mantap.
Sebagai kesimpulan, penggunaan kata ṣadr menunjukkan bahwa pelapangan yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad Saw adalah pembersihan dan penguatan pada tempat pertama masuknya bisikan dan kegelisahan. Dengan demikian, hati beliau terlindungi, batin beliau tenang, dan beliau dipersiapkan untuk memikul amanah kerasulan dengan keteguhan dan kelapangan luar biasa.
Waallahu a’lam
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















