Jakarta, Aktual.com — Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) kembali ricuh pada Senin malam, (11/4).
Hal itu disebabkan adanya pemaksaan kehendak dari sejumlah Anggota DPD RI yang ingin menyampaikan mosi tidak percaya melalui Badan Kehormatan (BK) DPD RI terhadap pimpinan. Padahal, sikap tersebut tidak diatur dalam Tata Tertib DPD RI sehingga secara jelas tidak dapat dilakukan.
Anggota BK DPD RI Juniwati Masjchun Sofwan mengatakan, mosi tidak percaya tidak dikenal dalam aturan perundang-undangan yang ada. Menurutnya, mosi tidak percaya itu hanya akan mencederai wibawa dan marwah lembaga DPD.
“Sebagai sebuah aspirasi silakan. Tapi mosi tidak percaya dari sejumlah anggota DPD itu tidak memiliki kekuatan hukum. Mosi tidak percaya bahkan tidak dikenal dalam tatib DPD. Kami menyayangkan upaya-upaya seperti ini, yang membuat wibawa lembaga ini semakin jatuh di mata publik,” ujar Senator asal Provinsi Jambi itu di Jakarta, Selasa, (12/4).
Sementara, Senator asal Maluku John Pieris, menilai mosi tidak percaya sejumlah anggota memiliki motif politik yang kental di dalamnya.
“Mosi tidak percaya harus dipertanyakan motifnya. Apa kepentingan politik di balik itu?” kata John.
Guru Besar Hukum Tata Negara itu menegaskan, ada pemaksaan kehendak dan penambahan agenda yang tidak sesuai mekanisme. Sebab, selama ini di dalam Pansus Tata Tertib tidak diamanatkan untuk membahas pemangkasan masa jabatan.
Pemangkasan masa jabatan pimpinan, kata John, bertentangan dengan konstitusi dan UU MD3. Menurutnya, anggota Pansus dipaksakan untuk menerima aspirasi anggota, lewat tandatangan usulan pembahasan pemangkasan masa jabatan.
“Ada skenario politik untuk menggusur pimpinan, lewat pemangkasan masa jabatan yang dipaksakan lewat Pansus Tata Tertib,” tegas John.
Sebagaimana diketahui, sejumlah anggota DPD RI menyampaikan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPD, sebagian anggota menginginkan pimpinan DPD hanya bisa dijabat dalam waktu 2,5 tahun.
Artikel ini ditulis oleh: