Jakarta, Aktual.com – Peneliti dari Indef, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan reformasi agraria (land reform) yang kini tengah dilakukan pemerintah harus memenuhi tiga hal. Sebab dalam kenyataannya masalah kesenjangan lahan hingga kini jadi menjadi pekerjaan mendasar.
Kebijakan Pemerataan Ekonomi (KPE) yang baru saja diterbitkan Presiden Joko Widodo, menurutnya baru akan efektif jika masalah lahan diatasi. Apalagi kepemilikan lahan dan fasilitas yang dinikmati petani kecil sangat tidak mencerminkan keadilan.
“Di antaranya fasilitas subsidi pupuk. Ternyata, satu persen petani terkaya justru menikmati 70 persen subsidi pupuk. Tapi sebaliknya, 65 persen petani termiskin menerima cuma 3 persen subsidi pupuk,” tandas Bhima kepada Aktual.com, di Jakarta, Selasa (25/4).
Menurutnya, Kebijakan Pemerataan Ekonomi yang diinginkan Presiden mengamanatkan reformasi agraria. Namun semua itu baru bisa benar-benar berjalan apabila memenuhi tiga hal.
Pertama, harus ada hukum dan regulasi yang ketat. Dimana tanah yang masuk reformasi agraria tidak boleh digadaikan apalagi dijual. Ini hal penting dalam rangka kesejahteraan petani ke depannya.
Kedua, para petani yang berada di lahan reformasi agraria itu harus diberdayakan dan masuk ke dalam ekosistem bisnis perkebunan.
“Ini contoh kesuksesan yang dilakukan Lembaga Kemajuan Tanah Persekutuan (Felda) Malaysia, dimana petani reformasi agraria bisa maju karena ada linkage dengan industri kelapa sawit,” tegas dia.
Terakhir atau ketiga, perlunya lembaga khusus seperti otoritas pengelola reformasi agraria yang berada setingkat menteri.
“Jika tidak atau bahkan posisinya di bawah menteri, maka akan kesusahan dalam hal kebijakan terkait reformasi agraria itu,” jelas Bhima.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh: