Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli (ketiga kanan) bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (keempat kiri) memberi keterangan pers seusai rapat koordinasi penanganan reklamasi Pantai Utara Jakarta di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta, Kamis (30/6). Rapat koordinasi memutuskan untuk membatalkan proyek reklamasi Pulau G di Teluk Jakarta lantaran dinilai melanggar ketentuan karena membahayakan lingkungan hidup, lalu lintas laut, dan proyek vital. ANTARA FOTO/Teresia May/kye/16

Jakarta, Aktual.com – Terkait cara mereklamasi Pantai Utara Jakarta, Menteri koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli kepret Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dan para pengembang. Dirinya meminta semua pihak meniru langkah Singapura dalam mereklamasi pantai di Indonesia.

“Kepentingan rakyat harus diutamakan, dalam kasus ini adalah nelayan. Pemerintah menentang jika reklamasi ini hanya untuk ekslusifitas, hanya untuk orang-orang kaya semata. Kita mesti belajar dari Singapura, merenovasi daerah kumuh dengan membuat kompleks bagus dan memiliki integrasi sosial,” ujar Rizal Ramli di Jakarta, Kamis (30/6).

Menurut Rizal, langkah Singapura tersebut patut untuk ditiru. Supaya dalam mereklamasi pantai tidak mengandung kontroversial dan keributan di tengah masyarakat. Pasalnya, Indonesia memiliki berbagai etnis yang sama halnya dengan Singapura seperti India, turunan Melayu, China, dan turunan bule. Sisanya itu, digunakan oleh negara untuk meningkatkan revenue (pendapatan).

“Jangan sampai pembangunan pulau-pulau ini ekslusif untuk orang-orang kaya saja. Kita ingin ini ada integrasi sosial. Kita ingin nelayan juga dilibatkan. Kepentingan nelayan juga diikutkan. Jadi inklusif tidak hanya orang kaya dan komoditi tertentu saja, nelayan juga dimanusiakan,” tegasnya.

Dari kepentingan bisnis dan investasi, hal tersebut wajar, tapi harus di atur oleh negara‎. Karena jika hanya dilepas bisnis semata, mereka jadi seenak-enaknya, sehingga dapat merusak lingkungan, nelayan digusur semua, tidak inklusif, dan sebagainya.

“Ada kepentingan bisnis itu hal yang wajar. Tapi ini harus dikendalikan menurut kepentingan negara. Kalau reklamasi ini dikendalikan secara bisnis, mereka bisa seenaknya menggunakan aset negara. Kasus ini akan menjadi pelajaran untuk kasus reklamasi lainnya di seluruh Indonesia‎,” pungkasnya. (Agung Rizki)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka