Saudaraku, dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan tinggi kita begitu menggandrungi “dunia fantasi”: meraih predikat world class university. Tanpa kejelasan apa maknanya; apa pendefinisi utama yang membuat suatu universitas bisa dikatakan world class?
Pagi ini saya membaca buku Empire of Ideas: Creating the Modern University from Germany to America to China, karya William C. Kirby (2022).
Ketidakjelasan pemahaman membuat universitas lebih fokus memenuhi kriteria yang diukur dalam sistem pe-ranking-an; melupakan keluasan misi tridharma pendidikan tinggi.
Sesungguhnya, pendefini utama “world class” itu tidak seragam. Terkait erat dengan filosofi dan misi. Otoritas China lebih tekankan aspek kontribusi pada kebajikan publik sebagai penentu utama suatu universitas kelas dunia. Otoritas lain lebih tekankan peran universitas dalam inovasi. Ada pula yang menekankan sentralitas tradisi.
Namun, apapun pendefinisi utamanya, impian world class itu akhirnya terpulang pada kualitas tenaga akademik (faculty), mahasiswa, tata kelola (governance), dan keterlibatan internasional.
Butuh tenaga akademik bermutu tinggi yang terus memproduksi berbagai riset. Untuk itu perlu wahana yang menjamin “kebebasan mengajar”, “kebebasan belajar”, dan “kebebasan meneliti” yang memerlukan semacam kontrak sosial implisit antara universitas dan masyarakat luas.
Butuh kemampuan menarik mahasiswa berpotensi tinggi seraya merawat mutu lulusan secara produktif dan istimewa. Mahasiswa harus mampu menghubungkan keilmuan dengan realitas kehidupan. Perlu dibekali keahlian spesifik dengan wawasan generalis. Kurikulum pendidikan liberal arts perlu diberikan di masa awal perkuliahan disusul dengan disiplin ilmu yang lebih spesifik di tahap berikutnya.
Butuh sistem tata kelola yang efektif dan fleksibel, disertai kepemimpinan yang kuat tapi kolegial. Maka, diperlukan derajat independensi dari campur tangan politik dalam urusan pemilihan dan pendidikan dengan sumberdaya yang memadai untuk melaksanakan visinya.
Butuh ekosistem kondusif bagi pengembangan jaringan dan keterlibatan internasional. Guna internasionalisasi temuan lokal sambil menyerap temuan dan keahlian luar. Mampu memadukan cerlang budaya lokal dengan visi global.
Artikel ini ditulis oleh:
As'ad Syamsul Abidin