Jakarta, Aktual.co — Presiden Direktur PT Kertas Leces (Persero) Budi Kusmarwoto mengungkapkan bahwa pihaknya mengalami kerugian sejak 2005 hingga 2014 karena konsentrasi bisnis pada kertas budaya dan kertas industri.

Dikatakannya, kerugian terbesar pada 2006 yang mencapai Rp145,277 miliar. Meski pada 2012 korporasi mencatatkan keuntungan Rp9 miliar setelah revaluasi. Untuk tetap survive perseroan mencanangkan untuk melakukan transformasi bisnis. Bahkan, pihaknya optimis bisa memperbaiki kinerja perseroan menjadi lebih baik.

“Target 2020 itu revenue Rp1,7 triliun, laba Rp500 miliar. Dengan itu, ke depan bukan lagi Leces yang berdarah-darah tapi lebih spesial, jadi lebih bagus lagi,” ujar Budi dalam konferensi persnya di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (24/12).

Ia menjelaskan, untuk mencapai target tersebut pihaknya memutuskan untuk meningkatkan nilai bisnis Kertas Leces secara bertahap memasuki kertas sekuriti dan kertas berharga berbasis non kayu. Nantinya perseroan akan memilih produk yang memberikan keuntungan tinggi seperti diversifikasi ke pulp rice straw yang berbahan baku jerami. Harganya mencapai USD2.000 (Rp24 juta) per ton. Produk itu sangat menguntungkan dibandingkan kertas dari bahan baku kayu yang nilainya USD650 (Rp1,3 juta) per ton.

Bahkan, Perseroan juga memanfaatkan abaca yang nilai penjualannya mencapai USD 4.000 (Rp 48 juta) per ton.

“Abaca ini menghasilkan kertas teh, trafo juga, itu kan ada kumparan, untuk kertas uang, filter oli di mobil atau motor, dashboard mobil, untuk bank notes juga,” jelas dia.

Sayangnya, transformasi bisnis tersebut tidak akan mudah mengingat saat ini perusahaan masih menyelesaikan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sekitar Rp2 triliun. Meski begitu Budi mengaku telah menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan kelas dunia untuk mampu memproduksi kertas-kertas yang bernilai tinggi tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka