Jakarta, Aktual.com – Hasil studi Asosiasi Video Streaming Indonesia (AVISI) bersama Universitas Pelita Harapan (UPH), mengungkapkan, kerugian dari pembajakan film mencapai puluhan triliun per tahun.

Praktik pembajakan film paling banyak terjadi di layanan Subscription Video on Demand (SVOD). Platform, seperti Telegram, SnackVideo, dan TikTok menjadi media utama penyebaran konten bajakan.

“Jumlah pengguna layanan ilegal bahkan mencapai 2,26 hingga 2,45 kali lebih banyak dibanding pengguna legal. Potensi kehilangan pajak negara hingga Rp1 triliun pada tahun 2030,” ungkap Dosen dan Peneliti UPH Radityo Arianto, di Jakarta, Rabu (13/11/2025).

Selain itu, penyebaran konten bajakan juga meningkatkan paparan masyarakat terhadap konten ilegal lain, termasuk perjudian daring.

Radityo juga menyampaikan, pembajakan digital juga menyebabkan kerugian pendapatan film dan serial mencapai Rp14,8 triliun pada 2024. Jumlah itu bakal meningkat hingga Rp21,5 triliun per tahun pada 2030.

“Ini bukan hanya soal hak cipta, tapi juga soal keberlanjutan ekosistem kreatif nasional,” ungkap Radityo.

Mengingat, katanya, setiap tambahan investasi sebesar Rp1 triliun di sektor film bisa membuka lebih dari 4.000 lapangan kerja baru. Karena itu, menekan pembajakan menjadi langkah penting bagi pertumbuhan ekonomi kreatif.

Sedangkan, Ketua Umum AVISI Hermawan Sutanto meminta Kementerian Ekonomi Kreatif melakukan langkah konkrit untuk mengatasi hal tersebut. Salah satunya yakni meningkatkan koordinasi lintas lembaga untuk memberantas pembajakan secara efektif.

Hermawan pun mengusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Anti-Pembajakan Lintas Kementerian guna mempercepat penegakan hukum.

Laporan: Rachma Putri

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi