Jakarta, Aktual.com – Pimpinan Komisi V DPR RI menyatakan tidak pernah mengusulkan penempatan program aspirasi ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Pupera). Namun pernyataan itu dibantah pejabat Kementerian PUPR, Faisol Zuhri.
Faisol, salah satu staf Biro Perencanaan Kemenpupera, saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan suap jual-beli program aspirasi Komisi V di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (25/1), membeberkan bahwa seluruh anggota Komisi V memplot program aspirasinya ke Kementerian PUPR.
Disampaikan, anggaran program aspirasi Komisi V yang dialokasikan menjadi proyek infrastruktur awalnya sebesar Rp 7 triliun. Namun, setelah dibahas oleh internal Kementerian dipangkas sekitar Rp 4 triliun.
“Besaran (tiap anggota) saya tidak tahu. Tapi, dalam rekapan saya ada Rp 7-10 triliun. (Setelah dievaluasi) di data saya itu sekitar Rp 2,8 triliun,” papar Faisol.
Dijelaskan dia, program aspirasi Komisi V memang tidak masuk dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA), baik untuk Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga atau Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah.
Ia tidak menjelaskan bagaimana cara pihak Kementerian ‘menyelundupkan’ program aspirasi Komisi V ini. Namun, soal data besaran program aspirasinya ia dapat dari Kepala Bagian Administrasi pada Biro Perencanaan Anggaran Kemenpupera, Ing Wing Kusbimanto.
“Dalam DIPA tidak ada. Di rekapan saya disebutkan usulan masing-masing anggota. Saya terima (datanya) dari pimpinan saya, pak Wing,” jelasnya.
Lebih jauh disampaikan. Masing-masing program aspirasi anggota diberikan kode khusus. Untuk anggota Komisi V dari Fraksi PDI-P misalnya, kodenya 1a-1e. Kalau pimpunan Komisi kodenya P.
“Sebenarnya itu bukan kode khusus, tapi untuk mempermudah. Sebenarnya kita dapat dari daftar anggota, kita buat nomor supaya bisa lebih simpel. Seluruh anggota (ada kodenya),” terang Faisol.
Anak buah Menteri Basuki Hadimoeljono ini menekankan bahwa KPK telah kantongi rincian program aspirasi Komisi V, mulai dari besarannya, hingga proyeknya.
“Iya sesuai usulan (anggota). Tidak tahu (besarannya dari mana), saya hanya terima dari atasan. Usulan-usulan itu ada barang bukti yang disita KPK,” pungkasnya.
Di sisi lain, Ketua Komisi V, Fary Djemi Francis, yang juga bersaksi dalam sidang kasus jual-beli program aspirasi, sempat tidak mengaku kalau pihaknya yang ngotot untuk menempatkan program aspirasi.
Dalih politikus Gerindra, Komisi V memang mengusulkan agar Kemenpupera memperhatikan infrastruktur di daerah. Nah, data soal lokasi dan infrastruktur apa yang harus diperhatikan diberikan Komisi V berdasarkan hasil kunjungan kerja.
“Saya tidak tahu (ada usulan dari Komisi V). (Besarannya) anggota yang usulkan,” kata Fahri.
Sekadar mengingatkan, penempatan program aspirasi Komisi V ini merupakan skandal yang berhasil diungkap KPK. ‘Korban’ pertamanya yakni anggota Komisi V dari fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti.
Damayanti menempatkan program aspirasi menjadi proyek infrastruktur di Maluku Utara. Dimana, dari penempatan itu Damayanti menerima ‘fee’ sekitar Rp 7 miliar.
(Zhacky Kusumo)
Artikel ini ditulis oleh: