Ilustrasi

Jakarta, aktual.com – Kesalehan sosial banyak macamnya di era pandemi COVID-19, salah satunya menjaga jarak fisik atau “physical distancing” sehingga dapat memutus penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 yang terbukti dapat menyebar dengan sangat cepat.

Virus corona SARS-CoV-2 menjadi momok seketika pada penghujung Tahun 2019 dan triwulan pertama 2020, bahkan di seantero dunia. Hampir tidak ada negara yang masyarakatnya tidak terancam COVID-19 yang menginfeksi saluran pernapasan sampai pada fase fatal.

Kefatalan akibat corona jika tidak diatasi dengan baik akan semakin menjadi-jadi. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan pemerintah Indonesia mengeluarkan protokol jaga jarak aman sesama manusia, setidaknya satu hingga dua meter di kerumunan.

Jaga jarak itu untuk apa? Demi memutus penularan COVID-19 yang sudah menjangkiti lebih dari 700 ribu orang lebih secara global.

Dokter ahli paru RS Persahabatan Mohamad Fahmi Alatas mengajak masyarakat, terutama umat Islam, untuk dapat melakukan jaga jarak fisik dengan tidak berkerumun.

Baru-baru ini, terdapat kasus bagaimana protokol jaga jarak fisik tidak dilakukan justru membuat individu rentan tertular COVID-19. Sebanyak 183 jamaah Masjid Kebon Jeruk, Tamansari, Jakarta Barat, dipindahkan ke Rumah Sakit Darurat untuk COVID-19 di Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat.

Mereka masuk kategori orang dalam pemantauan (ODP) COVID-19 karena di antara mereka terdapat tiga orang yang diduga kuat terpapar virus SARS-CoV-2.

Sebelumnya mereka tetap menjalankan aktivitas ibadah berjamaah cenderung mengabaikan imbauan pemerintah dan fatwa Majelis Ulama Indonesia agar sementara waktu menghindari kegiatan yang melibatkan interaksi banyak orang dalam jarak dekat.

Persoalannya adalah ketika mereka tidak menjaga jarak kemudian terjadi potensi besar penularan COVID-19. Berikutnya saat mereka ODP COVID-19 tentu akan memicu lonjakan angka penderita sehingga kapasitas fasilitas kesehatan terpakai.

Jika hal seperti itu terus terjadi dan tidak dicegah, maka fasilitas kesehatan yang ada bisa mencapai kelebihan kapasitas. Kekhawatiran banyak pihak adalah ketika kapasitas faskes itu tidak dapat menampung penderita COVID-19 karena terjadi lonjakan drastis positif terinfeksi SARS-CoV-2.

Dokter Fahmi mengingatkan masyarakat untuk dapat membatasi diri agar dapat menjaga jarak dari orang lain untuk memutus penularan COVID-19.

Dia mengajak, terutama umat Islam, untuk memilih shalat wajib sendiri sementara waktu guna menghindari COVID-19 menular. Karena teramat sulit menjaga jarak satu dengan yang lainnya sejauh satu meter saat shalat berjamaah.

“Virus ini tersebar dengan jarak dekat. Perlu satu meter untuk memutus penularan, perlu pembatasan berkumpul. Tidak mungkin shalat berjarak satu meter,” kata dia.

Fahmi mengatakan sebagai tenaga medis melihat langsung penularan COVID-19 sangat cepat dan cara mencegahnya adalah dengan menjaga jarak satu sama lain hingga masa inkubasi SARS-CoV-2 lewat selama dua pekan.

“Kami harapkan anda, ulama, pendidik, mendidik jamaah untuk dua pekan saja bantu kami memutus tali rantai penularan ini. Dokter di Indonesia tidak sampai 100 ribu orang, sementara penduduk kita 270 juta orang. Di Jakarta hanya ada 200 orang dokter paru dengan masyarakatnya 10 juta orang,” katanya.

Menurut dia, jika terjadi lonjakan pasien COVID-19 yang tidak seimbang dengan tenaga medis maka tentu akan banyak berjatuhan korban dari virus yang bisa memicu pneumonia dan dampak negatif lainnya.

Dia mengatakan tenaga medis yang menangani COVID-19 juga sudah banyak yang kalah karena tertular, kelelahan dan sebab lain.

“Kalau kita tidak bisa membatasi perkumpulan-perkumpulan maka penyebaran akan terus berlanjut. Betapa saudara-saudara kita dokter, perawat yang 24 jam tanpa menyebut lelah, terkadang lupa memperhatikan diri sendiri,” katanya.

“Jika jumlah penderita COVID-19 meningkat, kita bisa mengorbankan teman-teman kita di front terdepan pasien secara langsung tumbang satu per satu,” kata dia.

Dokter RS Persahabatan itu mengingatkan masyarakat untuk mengurangi kegiatan berkerumun sementara sehingga bisa mengurangi beban pelayanan tenaga medis, terutama dari dokter spesialis paru yang terbatas jumlahnya.

Keterbatasan tenaga medis, kata dia, bisa menjadi bom waktu jika jumlah penderita COVID-19 melonjak seketika sementara ahli kesehatan jumlahnya tidak akan bertambah dan cenderung kurang.

“Maka bantu mereka dengan tidak menghadiri tempat-tempat keramaian bagi memutus mata rantai penularan virus corona tersebut,” kata dia.

Pentingnya Kesalehan Sosial

Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Anwar Abbas mengatakan WHO telah menuntut setiap warga dunia untuk melakukan “social distancing” dan “physical distancing”.

Hal itu, kata Buya Anwar, penting dilakukan di era wabah COVID-19 meski berbenturan dengan ajaran agama soal anjuran mendirikan shalat secara berjamaah.

Dalam keadaan darurat seperti saat ini, lanjut dia, shalat berjamaah sangat rentan menjadi media penularan virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19. Bahkan MUI juga sudah mengeluarkan fatwa Nomor 14 Tahun 2020, yang salah satunya berisi meniadakan shalat Jumat dalam keadaan darurat corona.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengatakan dalam kaidah fikih, mengutamakan keselamatan umum lebih utama daripada mencari manfaat dari sesuatu.

Dalam hal ini umat Islam tidak hanya dituntut berbuat baik dan terbaik bagi diri kita sebagai kesalehan individual, tapi juga untuk berbuat baik dan terbaik bagi orang lain yaitu kesalehan sosial.

Salah satu cara tersebut, kata dia, jangan sampai keberadaan kita membuat orang lain jadi terkena penyakit.

“Untuk itu, agar semua kita selamat dan terhindar dari virus ini mari mengendalikan diri masing-masing untuk melakukan ‘physical distancing’ dengan berdiam di rumah dan tidak pergi ke tempat-tempat ramai. Dalam kaidah fikihnya ‘la dharara wala dhirara’. Kita tidak boleh mencelakakan orang dan kita juga tidak boleh dibuat celaka oleh orang,” kata dia.

Hal yang tidak kalah penting dilakukan, kata dia, adalah setiap pihak agar saling bekerja sama tidak saling menyalahkan satu sama lain sehingga dapat segera melewatkan badai wabah COVID-19.

Anwar mengatakan tidak hanya masyarakat yang mengalami pukulan karena COVID-19 tapi juga tenaga medis yang mulai kewalahan.

“Tidak hanya pasien dan keluarganya yang menjerit. Para dokter dan tenaga medispun juga sudah nyaris tidak berdaya karena kehabisan tenaga sebab jumlah pasien terus bertambah dan mengalir sementara jumlah mereka tetap sama. Untuk itu, mari kita rapatkan barisan, bersatu dan bergotong royong untuk mengatasi masalah yang sedang dihadapi agar kehidupan normal kembali,” kata dia.

Mudik Ganti Daring

Wabah COVID-19 saat ini sangat berdekatan dengan bulan puasa dan musim mudik Lebaran. Sejumlah tokoh ormas Islam mendorong agar umat Islam dan masyarakat untuk dapat menahan diri dengan tetap menjaga jarak, yaitu tidak mudik di tahun ini.

Ketua Pengurus Harian Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Robikin Emhas mengajak masyarakat untuk mengutamakan keselamatan diri dan orang di kampung halaman dengan tidak mudik di era wabah COVID-19 sebagai bagian dari menjaga jarak.

Dia mengatakan virus SARS-CoV-2 berbahaya karena kecepatan penularan, gejala tidak mudah terdeteksi oleh orang yang terinfeksi dan ketidaktahuan yang terinfeksi sehingga dapat menjadi pembawa (carrier) penyakit dan tanpa sadar menyebarkan kepada orang lain.

Sebagai Muslim, kata dia, harus bersikap adil dan proporsional, baik dari aspek akidah, ibadah maupun muamalah, takut hanya kepada Allah, tapi tidak meninggalkan perintah agama lainnya. Usaha harus dilakukan, baik secara preventif maupun kuratif.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperpanjang masa darurat bencana wabah COVID-19 hingga 29 Mei 2020 atau hingga pasca-Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.

“Penetapan masa darurat ini tentu dengan pertimbangan dan perhitungan matang. Untuk itu, mari bersama-sama mendisiplinkan diri, memutus mata rantai penyebaran COVID-19, dengan tidak mudik Lebaran tahun ini,” kata dia.

Dia mengatakan silaturahim Idul Fitri tetap bisa dilakukan meski secara daring melalui teknologi komunikasi. Video call dapat dilakukan dari tempat tinggal masing-masing.

“Lebaran di tengah virus corona daring saja. Sikap disiplin untuk tetap di rumah dan menjaga jarak fisik dalam situasi saat ini sangat membantu penanggulangan penyebaran COVID-19,” kata dia.

Dia mengatakan memaksakan diri mudik dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain, termasuk keluarga. Fikih muamalah mengajarkan “jalbul mashalih wa daf’ul-mafasid” bahwa seluruh hal untuk meraih kemaslahatan dan menolak kerusakan sesungguhnya adalah bagian dari perintah syariat.

Artikel ini ditulis oleh:

Eko Priyanto