Jakarta, Aktual.co — Akademisi Hukum Zainal Arifin Hoesein mengatakan bahwa sebuah investment agreement harus disepakati sebagai suatu kesepakatan yang melahirkan hukum baru bagi para pihak yang mengikatkan diri.
Zainal menekankan demikian sehubungan dengan adanya kesepakatan PT Berkah Karya Bersama dengan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut). Dimana keduanya sudah menantangani investment agreement tentang penyelesaian berbagai permasalahan yang menyangkut pengelolaan PT. CTPI yang saat itu dikelola Tutut, melalui Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
“Karena itulah dikenal adanya doktrin the sanctity of contract atau kesucian kontrak dan doktrin pertanggungjawaban kontrak atau contractual liability,” katanya, Kamis (22/1).
Kedua belah pihak yang telah mengikatkan diri dalam kesepakatan hukum harus menghormati setiap perjanjian karena memiliki nilai moral dan hukum yang harus dijunjung tinggi.
“Pengingkaran terhadap seluruh atau sebagian isi kontrak sama saja terhadap pengingkaran moral dan hukum yang dianut dalam prinsip privity of contract yang memiliki kesucian kesepakatan itu,” tegas Zainal.
Penyelesaian diluar kesepakatan, lanjut dia, bisa dianggap telah melanggar moral dan hukum.
“Moral dan hukum itu terhormat dan suci, sehingga kewajiban setiap pihak menghormati itu. Jadi, pengingkaran (terhadap kesepakatan) sama saja pengingkaran terhadap nilai moral dan hukum,” jelasnya.
Dalam penyelesaian sengketa sendiri diketahui pihak Tutut membawa kasus sengketa kepemilikan PT. CTPI ke Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan di bawahnya yang pada 29 Oktober 2014 lalu mengeluarkan putusan Nomor 238 PK/Pdt/2014. Isinya, MA menguatkan posisi Tutut.
Padahal, BANI sebagai lembaga yang dipercayakan untuk memutus perkara ini mengeluarkan putusan dengan Nomor 547/XI/ARB-BANI/2013 pada tanggal 12 Desember 2014. Putusan dari permohonan yang diajukan sejak 19 November 2013 lalu itu kemudian menguatkan posisi PT. Berkah Karya Bersama.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid