Menteri BUMN Rini Soemarno banyak menempatkan orang-orang pemerintah dari eselon I atau II untuk rangkap jabatan menjadi komisaris di perusahaan pelat merah. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi VI DPR, Narsil Bahar menilai Menteri BUMN, Rini Soemarno telah salah kaprah dalam menafsir arahan Presiden Joko Widodo yang menginginkan agar membenah permasalahan yang ada di BUMN seperti duplikasi antar BUMN, masalah KKN masih menjadi culture di BUMN, inefisiensi, hingga intervensi kepentingan di BUMN.

Jawaban Rini dengan menganggap kebijakan holding sebagai ‘obat mujaraf’ dari segala penyakit BUMN adalah sebagai refleksi minimnya ide gagasan dan ketidakmapuan dalam mengelola BUMN. Sehingga Narsil Bahri menyarankan agar pemerintah tidak melanjutkan dan memaksakan kehendak dalam pembentukan holding, serta diharapkan pemerintah bersedia mau belajar dari kekeliruan dan kegagalan beberapa holding yang telah dibentuk.

“Kita semua menyetujui semangat dan arahan Presiden Jokowi untuk menciptakan BUMN yang profesional dan berkelas dunia. Namun sepertinya Menteri BUMN tidak menerjemahkan arahan tersebut dengan tepat,” kata dia secara tertulis, Kamis (11/1).

Narsil memaparkan, pada pembentukan Holding Tambang yang diawal diperkirakan sebagai permulaan ‘Success Storry’ dengan ambisi untuk mengakuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) pada akhir 2017, faktanya pemerintah belum mampu mengakuisisi saham PTFI dan Holding Tambang tidak memberi pengaruh apapun pada proses divestasi.

“Nyatanya divestasi Freeport tidak sesederhana itu dan akhirnya gagal dilaksanakan di tahun 2017. Kompleksitas timbul atas kepemilikan dari Rio Tinto sampai 40%. Kenyataannya hari ini, akuisisi 40% hak dari Rio Tinto dapat dilakukan Inalum secara mandiri sendiri, tidak perlu dengan Holding. Sekarang seolah mencari motivasi lain diarahkan pada hilirisasi industri tambang. Ini bukti bahwa perencanaan yang salah dan fatal,” kata dia.

#Masalah Landasan Hukum

Disisi lain, meskipun Mahkamah Agung (MA) menolak gugatan PP No 72 Tahun 2016 yang menjadi landasan pembentukan holding, namun kredibilitas penggugat yakni Prof. Mahfud MD yang sangat mumpuni dalam keilmuannya, tentu menandakan bahwa kebijakan holding BUMN sangat berisiko buruk dan mengancam kepentingan nasional.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby