Namun demikian, ia menyampaikan, meskipun indeks saham mengalami penurunan, kinerja intrumen investasi di pasar modal seperti reksa dana mengalami pertumbuhan yang menggembirakan.

Berdasarkan data OJK, pada pekan pertama Desember nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana sebesar Rp503,029 triliun, mengalami pertumbuhan 9,95 persen dibandingkan 2017 lalu senilai Ro457,506 triliun.

Hal positif lainnya di industri pasar modal ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia. Sepanjang tahun ini, terdapat perusahaan baru yang sahamnya tercatat di BEI, yakni sebanyak 56 emiten.

Diah Sofiyanti optimistis kinerja industri pasar modal, yang tercermin dalam IHSG akan membukukan hasil positif pada tahun ini, karena pasar sudah memperhitungkan dampak perang dagang dan kebijakan suku bunga negara maju.

“Menjelang akhir tahun, lazimnya pasar saham memang dipenuhi optimisme,” katanya.

Rekor IPO Meski dibayangi fluktuasi global, Bursa Efek Indonesia mencatat, sebanyak 56 perusahaan resmi mencatatkan sahamnya melalui mekanisme penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) hingga Desember 2018 ini.

Pencatatan 56 perusahaan itu menandai sejarah baru bagi BEI yang telah mencapai pencatatan saham terbanyak selama setahun, sejak privatisasi Bursa pada tahun 1992.

“Tahun ini merupakan momen dimana perusahaan skala kecil dan menengah mendapatkan tempat di pasar modal. Tahun ini merupakan pencapaian IPO tertinggi sejak 1992, paling tinggi sebanyak 44 perusahaan,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna.

Menurut dia, bertambahnya jumlah emiten di BEI itu menunjukan literasi keuangan di Indonesia meningkat. Sejumlah perusahaan mulai melirik pasar modal sebagai tempat untuk meraih modal selain perbankan.

“Sudah ada ‘shifting’ dalam meraih pendanaan bagi perusahaan. Namun, dalam hal ini kita tidak berkompetisi dengan perbankan. Pemahamannya adalah, pendanaan dari perbankan untuk jangka pendek, dan pasar modal untuk jangka panjang,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby