Aktual.com- Presiden Prabowo Subianto sejak 2017 sudah meneriakkan bahwa ekonomi dan kekayaan nasional dikuasai oleh segelintir elit. Politik pun sudah dikuasai kaum oligarki. Sistem ekonomi dan politik telah menyimpang dari sistem demokrasi Pancasila.
Kini, Prabowo diminta menunjukkan kepemimpinannya tanpa dipengaruhi dan tersandera oleh kekuatan politik pemerintahan Jokowi sebelumnya.
Mampukah Prabowo keluar dari “sandera politik” Jokowi dan menentukan kebijakan sendiri sesuai misi dan visinya ?
Prabowo dalam buku itu mengungkapkan, terjadi penyimpangan dan ketimpangan dalam distribusi kekayaan nasional. Prabowo menulis, 10 persen orang terkaya di Indonesia, menguasai 77 persen kekayaan nasional kita. Sementara 90 persen warga negara hanya menguasai 23 persen kekayaan Indonesia.
Mantan Menkopolhukam Mahfud MD menilai apa yang digambarkan Prabowo sudah tepat, bahkan cukup cerdas. Tinggal bagaimana implementasi Prabowo menyelesaikan hal itu dalam lima tahun pemerintahannya.
“Ini sangat timpang dan sangat paradoks,” kata Mahfud dalam Podcast di channel YouTube Mahfudmdofficial yang diunggah pada 24 Juni 2025.
Menurut Mahfud, saat ini terjadi banyak paradoks. Politik dan ekonominya menyimpang. Ekonominya juga dikuasai oligarki. Sehingga yang muncul adalah pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki.
“Dan Pak Prabowo ini sudah punya pandangan tentang ketimpangan itu sejak 2017 kalau mengacu pada buku Paradoks Indonesia,” ucap Mahfud.
Menurutnya, dalam pemerintahan, kekuatan oligarki memiliki pengaruh-pengaruh dan kekuatan untuk membeli keputusan melalui pejabat-pejabat atau masuk dalam pemerintahan lalu membuat kebijakan ekonomi dan politik.
Pak Prabowo, kata Mahfud, sudah menyadari itu dan ingin paradoks dalam politik dan ekonomi ini dilawan dengan pemerintahan yang berani dan kuat untuk kepentingan rakyat.
Kalau kita melihat dari data yang disajikan Prabowo, dan data yang sudah berkembang saat ini, kata Mahfud, maka jika dibuat perbandingan dengan negara lain, seperti Tiongkok pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sejak 1980 hingga 2019 naik mencapai 46,3 kali lipat. Singapura 19 kali lipat. Sedangkan Indoensia hanya tumbuh 13,1 kali lipat.
“Itu adalah suatu ketimpangan yang dipotret oleh Prabowo dengan tepat dan cerdas,” ucapnya.
Selain itu, kata Mahfud, Prabowo juga menjelaskan soal banyaknya aliran dana keluar. Bagaimana dana dari dalam negeri mengalir ke luar secara besar-besaran dan rakyat tidak dapat apa-apa.
“Selama ini kita hanya mengekspor bahan-bahan mentah dan kemudian mengimpor atau membeli kembali bahan-bahan itu dengan harga yang lebih mahal. Karena bahan itu sudah dioleh ke berbagai produk memenuhi kebutuhan masyarakat” tandasnya.
Lalu, lanjutnya, saat ini ada 1 persen, orang terkaya di Indonesia ini menguasai 50,3 persen kekayaan nasional. Sementara yang 99 persen warga hanya menikmati 49 persen kekayaan nasional.
Lalu, dilihat dari gini rasio disebutkan buku tersebut adalah 0,67 persen. Artinya, setiap 1 persen penduduk hanya memiliki 67 persen tanah. Sementara, 99 persen warga Indonesa hanya menikmati 33 persen lahan.
“Kemudian kalau dilihat kekayaan para pengusaha Indonesia, mencapai Rp11.400 triliun Itu ada di luar negeri. Sementara anggaran APBN kita itu hanya 1/5 dari dana yang disimpan para pengusaha di luar negeri itu,” papar Mahfud.
Dari sisi politik, dalam buku itu dijelaskan Mahfud ternyata dikuasai oleh pemodal yang super kaya. Sehingga yang terjadi adalah oligarki politik.
“Sekarang ini masih terjadi politik oligarki dan kartel dimana politik hanya dikuasai sekelompok orang. Ini yang banyak dikeluhkan orang,” katanya.
Me urutnya, pejabat dan elit politik kita banyak bohong, mau disuap dan disogok. Makanya negara ini masuk kepada paradoks yang mengerikan.
“Maka menurut Pak Prabowo kalau kerusakan ekonomi dan politik ini tidak diatasi, dan pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen tidak tercapai, maka kita akan menjadi negara gagal,” kata Mahfud.
“Nah kondisinya saat ini masih mengkhawatirkan. Pertumbuhan ekonomi hanya 4,7 persen. Masih jauh dari harapan,” tambahnya lagi.
Dalam bukunya itu, kata Mahfud, Prabowo juga menulis bahwa saat ini survei bisa dipesan, media bisa dipesan dan dibungkam.
“Pidato-pidato Pak Prabowo isinya sampai sekarang masih soal itu. Kita tinggal menunggu. Implementasinya apa saja kesulitannya,” ucapnya.
Mahfud juga menambahkan satu paradoks lagi yang terjadi di Indonesia. Yaitu paradoks hukum. Dimana Prabowo suka menyebutnya dengan negara maling. Hal ini terjadi karena hukum itu juga dibuat oleh penguasa hasil kongkalikong dengan pengusaha super kaya.
“Jika ingin hukum yang menguntungkan mereka, maka dibuatkan hukum, agar ada peluang bagi para pengusaha super kaya itu mengambil keuntungan secara sepihak,” ujarnya.
Jadi, lanjutnya, ini adalah hubungan penguasa dan pengusaha yang menjadi oligarki itu. Jika hukumnya sudah ada, namun dianggap menghambat, maka hukumnya akan diganti diam-diam.
Lalu cara lainnya, yaitu mereka menyiapkan dan mengajukan perubahan aturan itu melalui lembaga yudikatif. Lalu mereka juga melakukan operasi-operasi politik. Sehingga pengadilan ikut mendukung. Pada akhirnya muncullah para mafia peradilan.
Menata Papan Catur Keluar dari Bayang-bayang Jokowi
Proses itu memang terjadi sangat kuat di era terakhir pemerintahan Jokowi. Dan di pemerintahan Prabowo praktik seperti ini masih terjadi.
“Praktik ini masih berlangsung dan produk-produk hukum itu masih sepihak. Dan kini masyarakat akademis sudah menyadari praktek ini,” ucapnya.
Kebijakan yang diambil seperti hilkrisasi oleh Prabowo sudah tepat. Termasuk membangun state kapitalisme, yaitu semua kekayaan negara dikontrol ketat oleh negara.
Dalam bukunya, kata Mahfud, Prabowo juga ingin membongkar sistem politik oligarki. Membangun sistem demokrasi yang sesuai dengan konstitusi.
“Satgas penegakan hukum mngkin masuk dalam kategori pembersihan politik oligarki Meskipun nanti ada hambatan-hambatan ya ke depan. Yang harus kita maklumi,” ujarnya.
Namaun, lanjutnya, upaya Prabowo ini tidak mudah karena sistem itu sudah 40 tahun berjalan. Implementasinya nanti yang kita analisis seperti apa.
“Saat ini kasus-kasus besar dibongkar, Pertamina, Nikel, Raja Ampat, kantor-kantor pemerintah sekrang juga sudah diperiksa. Meskipun jika sudah masuk tahap tertentu banyak yang mentok dan balik lagi,” tegasnya.
Selain itu, Mahfud melihat saat ini selama pemerintahan Prabowo, tidak ada pejabat berani melakukan korupsi. Setidaknya selama 8 bulan pemerintahannya.
“Jadi, cukup efektif gertakannya itu. Sehingga korupsi yang kasus lama-lama yang dibongkar sekarang ini,” tambahnya.
Mahfud menilai, Prabowo sudah melakukan langkah-langkah awal yang baik menunjukan ke arah sana. Mungkin Prabowo membutuhkan waktu untuk memenggal periode. Satu sampai dua tahun ini.
“Naiknya Prabowo sebagai presiden itu adalah dari political trade off atau hasil tukar menukar kepentingan. Jadi mungkin Pak Prabowo sedang menata papan catur dulu. Political trade off itu tidak bisa dihindari dalam politik.,” ucapnya.
Kapan Prabowo bisa melepaskan diri dari political trade off dan ngegas dengan visinya? Menurut Mahfud sebaiknya Prabowo tancap gas secepatnya. Tidak ada batas deadline waktu. Karena kalau kekuasaan sudah ditangan, siapapun tidak bisa menghalanginya.
“Tapi Prabowo, mungkin punya tenggang waktu sendiri untuk melakukan hal itu,” pungkasnya. ***

















