Jakarta, Aktual.com – Ketimpangan antara kaya miskin yang diukur melalui rasio gini di pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih lumayan tinggi di angka 0,393 per Maret 2017. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa ketimpangan membaik hanya 0,001 persen dari periode sebelumnya.
Penurunan yang hanya tipis tentu belum membahagiakan. Karena jika tak kebijakan ekonomi yang tepat, bukan tak mungkin ketimpangan semakin melebar dan akan menjadi masalah sosial di kemudian hari.
Dalam sebuah rilis hasil riset soal ketimpangan pendapatan di Indonesia yang diterima Aktual.com, ternyata dalam tempo 50 tahun sejak akhir era Presiden Soekarno hingga saat ini, hanya di era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang ketimpangannya lebih kecil di banding pemerintahan lainnya.
Di era Gus Dur yang memerintah tahun 1999-2001 ditandai dengan membaiknya pemerataan pendapatan. “Yakni ditandai dengan rasio gini terbaik atau terendah sepanjang sejarah Indonesia: 0,31,” begitu bunyi rilis hasil riset yang bertema, ‘Ketimpangan Pendapatan Indonesia Setengah Abad 1964-2016’, yang diolah Senin (13/11).
Ketimpangan pendapatan umumnya memang parameternya menggunakan rasio gini (Gini Ratio). Rasio gini menggambarkan seberapa adil dan merata pendapatan terdistribusi di masyarakat.
Rasionya berkisar dari 0 sampai 1 (satu). Apabila rasio gini mendekati 0 berarti cenderung terjadi pemerataan pendapatan, apabila mendekati 1 berarti cenderung ketimpangan pendapatan.
Dalam sejarah ketimpangan di perekonomian Indonesia, pada akhir era Soekarno (1964-1967) rasio gini berhasil membaik dari 0,379 ke 0,373. Kemudian di era Soeharto pernah mencapai ketimpangan tertinggi di tahun 1978, yang ditunjukkan dari nilai rasio Gini yang mencapai 0,38.
“Namun, Soeharto juga pernah mencapai pemerataan tertingginya pada era tahun 1990-an tepatnya di 1993, yang ditunjukkan dari rasio gini sebesar 0,32,” tulis riset itu.
Lalu di akhir era Habibie (1999), ketimpangan pernah memburuk hingga ke 0,363. Namun di era Gus Dur membaik, bahkan ditandai dengan rasio gini terbaik/terendah sepanjang sejarah Indonesia: 0,31.
“Menarik, Gus Dur sukses menurunkan rasio Gini setajam itu (0,05) dalam tempo sangat singkat kurang dari 2 tahun,” kata laporan itu.
Akhir era Megawati dan awal Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di tahun 2005 ketimpangan pendapatan kembali memburuk hingga rasio gini mencapai 0,363.
“Ketimpangan pendapatan pun kian memburuk, hingga akhir era SBY (2014) ditandai dengan nilai rasio gini terburuk sepanjang sejarah: 0,41,” katanya.
Di era Jokowi ada perbaikan sedikit yakni 0,40 di tahun 2016. Dan saat ini di posisi 0,393. “Tapi sayangnya, sepanjang sejarah Indonesia, kita tidak pernah mencicipi rasio gini di bawah 0,3. Dalam arti pendapatan terdistribusi sangat baik merata di kalangan masyarakatnya,” tulisnya.
Mestinya pemerintahan Jokowi juga bisa seperti negara lain yang rasio gininya di bawah 0,3. Ada sekitar 22 negara di dunia yang memiliki rasio gini baik di bawah 0,3.
Yang terbaik adalah Finlandia (0,215), Kepulauan Faroe (0,227), Slovakia (0,237), Slovenia (0,245), Ukraina (0,246), Swedia (0,249), Ceko (0,25), Belgia (0,259), Montenegro (0,262), Kazakhstan (0,263), Belarus (0,265), Norwegia (0,268), Moldova (0,268).
Kemudian Jerman (0,27), Rumania (0,273), Islandia(0,28), Malta (0,281), Hungaria (0,282), Denmark (0,288), Albania (0,290), Prancis (0,292), Austria (0,292), dan Swiss (0,295).
(Reporter: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka