Sementara itu, daya beli sebagian besar masyarakat telah terpukul akibat pencabutan subsidi listrik 900 va sejak awal tahun sehingga tarif listrik naik hingga lebih dari 100%.
“Intinya, kenaikan pendapatan tidak bisa mengimbangi kenaikan harga kebutuhan pokok dan tarif listrik,” tambahnya.
Pemerintah Daerah harus melihat bahwa kondisi ketimpangan di Yogya terutama di perkotaan sudah pada tahap membahayakan, bisa memicu konflik sosial antara masyarakat asli dan pendatang.
Imbas liberalisasi proyek pembangunan Yogya nantinya bakal dirasa penduduk asli dalam jangka panjang. Sementara daya tarik Yogya sebagai kota wisata berbasis budaya makin ditinggalkan, penerimaan daerah dari pariwisata bukannya naik tapi justru terancam turun.
“Ini yang saya katakan pembangunan Yogyakarta keblinger. Yogya itu daya tariknya Kota Budaya, bukan malah dibuat mall. Salah kelola pembangunan kontraproduktif bagi masa depan Yogya,” pungkas Bhima.
Laporan: Nelson Nafis
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby