Jakarta, Aktual.com – Nuansa Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November 2017, masih sangat terasa gaungnya hingga saat ini. Bahkan nuansa hari pahlawan sudah terasa di Istana Negara sebelum hari pahlawan tiba, yakni dengan dianugerahkannya gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh Indonesia oleh Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (5/11).

Ketua Badan Pengkajian MPR RI Bambang Sadono, mengungkapkan bahwa sosok pahlawan jaman “now” atau era kekinian adalah siapapun yang mau bekerja, mau berjuang untuk kepentingan orang banyak secara ikhlas dan secara sukarela itulah yang berhak disebut pahlawan.

“Karena kalau pahlawan itu hanya yang wafat di dalam peperangan, itu makin lama makin sedikit pahlawannya. Semestinya malah untuk di jaman seperti sekaranglah dibutuhkan banyak pahlawan. Masyarakat banyak membutuhkan orang yang idealis, yang ikhlas, yang mau berjuang untuk masyarakat dan untuk kepentingan orang banyak,” ujar Bambang dalam diskusi yang digelar di Media Centre MPR/DPR RI, Lobby Gedung Nusantara III, Kompleks Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta, Senin (13/11).

Namun, lanjut Bambang, harapan tersebut ternyata menjadi sebuah ironi karena tidak masuk akal di jaman sekarang. Sebab, sekarang ini apa yang namanya idealisme makin lama makin tipis dan makin lama makin hilang, contohnya idealisme di bidang ekonomi dan politik. Padahal di dua bidang tersebut kebutuhan akan sosok pahlawan sangatlah dibutuhkan.

“Di bidang ekonomi, masyarakat masih sangat membutuhkan pahlawan di bidang ekonomi sebab sekarang ini kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin masih sangat terasa dan perbedaannya makin jelas terlihat. Padahal konstitusi telah mengamanahkan agar perekonomian rakyat harus terwujud secara adil dan merata. Di bidang politik juga begitu, idealisme makin tidak terlihat karena semua berjuang untuk kepentingannya dan kelompoknya masing-masing. Maka dari itu sering dikatakan kita ini banyak sekali politisi tapi miskin negarawan,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, sejarawan JJ Rizal mengatakan bahwa pahlawan sebenarnya adalah perwujudan nilai, yakni nilai-nilai yang terbaik, nilai-nilai yang dianggap sebagai kesejatian diri sebagai orang Indonesia.

Yang selalu menjadi momok selama ini adalah dominasi definisi pahlawan yang selalu dikaitkan dengan urusan fisik bukan lagi pemikiran. Bahkan Bung Karno dahulu sempat menyampaikan ‘pesan’ untuk generasi Indonesia di masa depan/ generasi saat ini melalui penyematan pahlawan kepada tiga orang besar yaitu Abdul Moeis seorang sastrawan besar, Ki Hajar Dewantara seorang pendidik besar pahlawan pendidikan nasional dan Sugiopranoto pahlawan wong cilik, agar penunjukkan pahlawan dimasa depan harus diarahkan kepada mereka yang berjasa bukan hanya aksi heroik kemiliteran semata tapi mereka yang berjasa melalui pemikiran-pemikiran brilian mereka yang menghasilkan nilai-nilai.

 

Nailin Insaroh

Artikel ini ditulis oleh: