Ilustrasi - Pekerja mengangkut beras di gudang beras Bulog.

Jakarta, Aktual.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, membantah klaim swasembada beras pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu menanggapi pernyataan Cawapres Gibran Rakabuming Raka, yang menyatakan Indonesia telah mencapai swasembada beras pada 2019 hingga 2022, saat debat cawapres keempat, Minggu (21/1).

“Sebagai anggota DPR, yang memiliki tanggung jawab pengawasan, saya ingin menyampaikan kondisi seobjektif mungkin, agar persoalan pangan rakyat tidak menjadi komoditas elektoral, serta tidak berbasis pada data yang tidak benar.” kata Said, di Jakarta, Selasa (23/1).

Said merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan bahwa sejak tahun 2014 hingga 2023, Indonesia selalu melakukan impor beras dan cenderung meningkat menjelang pemilihan umum. Pada tahun 2023, impor beras mencapai 3,06 juta ton, naik 613,61 persen dibandingkan 2022.

Lonjakan impor tersebut, menurut Said, tidak relevan dengan fenomena El Nino. “Bahwa benar pada tahun 2023 lalu Indonesia mengalami El Nino, musim kering yang agak panjang, namun masa ini berlangsung kurang dari 4 bulan,” ujarnya.

Dia juga menyoroti data produksi gabah kering giling (GKG) yang berpotensi lebih tinggi pada 2023 dibandingkan 2022. di mana capaian GKG per Oktober 2023 mencapai 53,63 juta ton, sementara capaian sepanjang 2022 tercatat 54,75 juta ton.

Di samping itu, produksi beras pada tahun 2022 sebanyak 31,5 juta ton, dan periode Januari-Oktober 2023 mencapai 30,9 juta ton, yang menunjukkan masih ada peluang perubahan data produksi beras sampai Desember 2023.

“Jadi sangat tidak tepat kalau El Nino dijadikan rujukan untuk mengungkapkan kebutuhan impor beras dengan skala masif, terbesar dalam sejarah republik ini berdiri. Saya melihat ada indikasi ketidakwajaran dalam hal besarnya volume impor beras pada tahun 2023.” lanjut Said.

Said berharap para kandidat capres dan cawapres menyajikan data yang jujur dalam kontestasi politik, terutama terkait dengan beras sebagai komoditas makanan pokok. “Oleh sebab itu, urusan beras, data dan kebijakannya jangan dijadikan komoditas politik elektoral, apalagi jika disampaikan dengan tidak jujur,” tegasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Jalil