Jakarta, Aktual.com – Terselenggaranya serangkaian debat menjelang pemilihan presiden Indonesia bulan depan dianggap sebagai indikator matangnya sistem demokrasi di republik ini, menurut Bersih.
Ketua Bersih, Muhammad Faisal Abdul Aziz memberikan apresiasi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Indonesia atas penyelenggaraan empat debat yang disiarkan langsung.
“Ini menggambarkan kematangan praktik demokrasi ketika isu dan kebijakan masyarakat menjadi dasar pemilihan pemimpin,” ujar Faisal.
Faisal yang juga mantan presiden Angkatan Belia Malaysia (Abim) mengatakan perdebatan berbasis kebijakan juga berkontribusi terhadap penolakan politik identitas berdasarkan ras dan agama di Indonesia – dua hal yang terus mendominasi wacana politik di Malaysia.
Masyarakat Indonesia akan menentukan pilihannya pada 14 Februari. Mereka akan memilih wakil di Parlemen dan presiden untuk menggantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maaruf Amin. Tiga pasangan calon yang bersaing adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Debat dilakukan sebanyak dua putaran yang melibatkan ketiga calon presiden, diikuti oleh tim masing-masing. Forum ini menjadi wadah bagi mereka untuk menyampaikan rencana di berbagai aspek termasuk pemerintahan, hak asasi manusia, hukum, antikorupsi, penguatan demokrasi, ekonomi, investasi, pertahanan dan kebijakan luar negeri.
Pada putaran final yang digelar Minggu pekan lalu, Anies dan Ganjar menyasar Prabowo yang juga menjabat Menteri Pertahanan terkait anggaran pengadaannya, terutama terkait laporan rencana pembelian alutsista bekas, bukan baru.
Faisal berpendapat bahwa debat ini berpotensi meningkatkan partisipasi pemilih, mengutip survei independen yang menunjukkan 40 persen dari 204 juta pemilih masih ragu-ragu. Debat sebagai bagian dari kampanye terbuka memberikan semua pihak kebebasan untuk menyampaikan manifestonya dan saling mengkritik.
Survei tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 25 persen pemilih yang ragu-ragu, dan dukungan mereka dipengaruhi oleh perubahan kerja sama politik sejak pemilihan presiden pada tahun 2019. Misalnya saja Prabowo yang sempat bertarung melawan Jokowi pada 2014 dan 2019, namun kini berpasangan dengan Gibran yang merupakan putra sulung Jokowi.
Pasangan calon harus meraih 51 persen suara untuk memenangkan pemilihan. Jika tidak tercapai, dua pasangan dengan suara tertinggi akan bertarung di putaran kedua pada akhir Juni.
Mantan Menteri Agama Dr. Zulkifli Mohamad, dalam sebuah postingan di Facebook, menekankan bahwa kesalahan kecil kandidat dapat mempengaruhi hasil pemilu.
Dia juga menguraikan lima kriteria yang menurutnya harus digunakan untuk mengevaluasi kandidat – keterampilan komunikasi, pengetahuan dan keterampilan analisis masalah, integritas dan kredibilitas, keterlibatan dengan komunitas dan pengalaman.
“Di atas kertas, mungkin Ganjar lebih diunggulkan dibandingkan Prabowo dan Anies. Tapi dalam politik segala sesuatu mungkin terjadi, bukan tidak mungkin,” ujarnya seraya menambahkan bahwa dirinya secara pribadi mendukung Anies yang merupakan mantan Gubernur Jakarta yang didukung empat partai politik tersebut.
Ganjar-Mahfud mendapat dukungan dari PDIP dan empat partai lain, sedangkan Prabowo-Gibran didukung oleh sembilan partai, termasuk Partai Solidaritas Indonesia yang kini dipimpin oleh Kaesang Pangarep, putra bungsu Jokowi.
Faisal juga mengingatkan bahwa Bersih telah memperkenalkan budaya debat pemilu di Malaysia dan menyarankan pemerintahan Anwar Ibrahim untuk mengadopsi model tersebut dalam reformasi pemilu, mulai dari Pemilu Negara Bagian Sabah tahun depan.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan