Serang, aktual.com – Ketua DKPP, Heddy Lugito, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada media massa yang terus mengawal dan memberitakan penegakan Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) kepada masyarakat di tanah air.
Tidak hanya untuk berita positif, tetapi juga kritik serta saran dari media massa baik cetak maupun elektroknik. Kritik serta saran media merupakan suplemen vitamin yang menyehatkan.
Demikian disampaikan Heddy Lugito dalam pembukaan Media Gathering DKPP Tahun 2025 yang diselenggarakan di Kabupaten Serang, Provinsi Banten, pada Kamis (20/11/2025).
“Media massa tidak usah ragu, kalau mau kritik DKPP silahkan kritik saja. Bagi saya kritik itu obat, vitamin yang menyehatkan, tanpa kritik DKPP nanti tidak akan semakin sehat,” ungkap Heddy Lugito.
Interaksi serta kerja sama DKPP dengan media massa terjalin dengan baik. Meski demikian, Heddy mengajak media massa tidak berhenti menyampaikan kritik serta saran dalam rangka menyebarluaskan informasi dan penguatan kelembagaan DKPP.
Lebih dari itu, media massa memiliki peran yang lebih besar yaitu sebagai pencerah bagi masyarakat di tengah serangan hoaks memalui media sosial. Ditegaskan Heddy, hoaks adalah racun yang mematikan nalar dan kewarasan akal pikiran.
“Di era seperti ini, kebenaran saja tidak cukup karena harus ada kebenaran selanjutnya. Sehingga kita susah membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Maka peran media massa itu hanya menyebarkan informasi, tetapi juga sebagai pencerah,” ucapnya.
Sekretaris DKPP, Syarmadani, berharap kegiatan Media Gathering DKPP Tahun 2025 menjadi wadah bagi media massa untuk mengenal lebih dekat dan lebih dalam DKPP. Sehingga ke depannya akan terjalin hubungan atau ikatan yang kuat dan dinamis.
Selain itu, media massa juga dapat menjadi pengawas independen (watchdog) terhadap DKPP dalam menjaga integritas, profesionalitas dan transparansi penyelenggara pemilu di tanah air.
“Melalui kegiatan ini diharapkan rekan-rekan media massa mengenal lebih DKPP dalam menjaga integritas, kemandirian, dan kredibilitas penyelenggara pemilu melalui penegakan KEPP,” kata Syarmadani.
Sebagai informasi, Media Gathering DKPP Tahun 2025 berlangsung pada 20-22 November 2025 dan diikuti 50 jurnalis cetak dan elektronik. Kegiatan ini diisi dengan penyampaian materi terkait penegakan KEPP.
DKPP Tangani 31 Perkara Politik Uang Selama Pemilu dan Pilkada 2024
Ratna Dewi Pettalolo, mengatakan bahwa lembaganya telah memeriksa dan menyidangkan 31 perkara terkait politik uangnlaporan yang masuk di DKPP terkait isu politik uang pada tahapan pemilu dan pilkada 2024.
“Politik uang menjadi tantangan dan pekerjaan rumah bagi kita bersama, 31 perkara yang masuk ke kami cukup lumayan tinggi untuk demokrasi kita, “ ucapnya.
Ratna Dewi mengemukakan hal itu saat diskusi dengan wartawan dalam kegiatan Media Gathering DKPP yang diadakan di Kabupaten Serang, pada Kamis (20/11/2025).
Menurut Ratna Dewi, politik uang adalah kejahatan yang luar biasa sehingga pendekatannya juga harus luar biasa. Bukan hanya dengan instrumen hukum, tetapi juga melalui pendekatan etika, dengan membangun sense of ethics dan sense of crisis di kalangan penyelenggara pemilu.
“Efek jera itu bukan semata-mata soal vonis pidana, tetapi bagaimana kita memperbaiki pemilu dan meminimalkan kecurangan dalam demokrasi kita,” ujarnya.
DKPP, ia menambahkan, tidak memeriksa politik uang dari sisi pidananya. Namun fokus pada cara kerja KPU dan Bawaslu dalam menangani kasus-kasus tersebut.
“Kita menilai apakah KPU dan Bawaslu bekerja secara profesional, adil, dan memberikan keadilan bagi para pelapor. Kalau kerja-kerja itu dinilai tidak profesional, atau pelapor merasa tidak mendapatkan keadilan, barulah hal tersebut bisa dilaporkan ke DKPP,” terangnya.
Ratna Dewi mengakui bahwa penyelenggara yang terlibat langsung pada perhelatan pemilu dan pilkada 2024, kerap dinilai belum optimal dalam menangani politik uang. Padahal, secara normatif undang-undang sudah secara jelas dan tegas mengatur larangan politik uang.
Tantangannya, praktik di lapangan sering kali terstruktur, sistematis, dan masif, sementara regulasi masih membatasi subjek yang dapat dipidana, seperti peserta pemilu, tim kampanye, dan tim pelaksana sebagaimana diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.
Lebih jauh ia mengingatkan, kerja-kerja penanganan politik uang harus dilihat dengan kacamata yang lebih besar, yaitu kacamata etika dan kualitas demokrasi. Tanpa perspektif etika, upaya penindakan hanya akan bersifat administratif dan jauh dari tujuan menghadirkan demokrasi yang berkualitas dan dekat dengan masyarakat.
Untuk itu, Ratna Dewi menilai perlu sinergi kuat antara Bawaslu, KPU, DKPP, dan aparat penegak hukum seperti kepolisian agar politik uang benar-benar dapat ditekan dan kepercayaan publik terhadap pemilu tetap terjaga.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















