“Sebagai suatu institusi penyelenggara, yang tujuannya menjadikan suatu ajang (Pemilu) yang fair play, dia harus menjadi satu kesatuan.”

Selain itu, dia juga berpesan agar pelaksana Pemilu tidak mengesampingkan keberadaan DKPP dalam sistem Pemilu yang ada di Indonesia. Menurutnya, kehadiran DKPP sebagai lembaga pengawas etika kepemiluan tidak kalah penting dengan lembaga penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu.

Pemilu yang juga mengutamakan aspek fair play, lanjut Harjono, juga membutuhkan suatu pihak yang berperan selayaknya wasit dalam sebuah pertandingan olah raga. Peran inilah yang diberikan kepada DKPP.

Ucapan mantan Hakim MK ini memang terkesan ingin menonjolkan peran DKPP dalam sistem Pemilu di Indonesia. Tapi, ucapan Harjono bukan tanpa sebab karena DKPP memang kerap kali dianggap sebagai pihak yang tidak masuk dalam sistem Pemilu, termasuk oleh petugas penyelenggara Pemilu itu sendiri.

Sejauh ini, tidak jarang putusan yang diputuskan oleh DKPP digugat oleh beberapa pihak ke pengadilan. “DKPP kan dianggap seolah-olah di luar, padahal dia adalah bagian dari komunitas penyelenggara pemilu yang harus berkomitmen. Ini harusnya dipahami oleh ranah pengadilan, jadi kalau ada yang bawa ke pengadilan itu seolah-olah seperti pekerja degan majikan.”

“Oleh karena itu, kalau semua merasa sebagai satu kesatuan, yang niatnya menyelenggarakan Pemilu fair play, kayak wasit (juga bagian) ya. Maka di situ ada etik yang menyangkut suatu komitmen profesi.”

[Teuku Wildan]

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Wisnu