Ketua DPR yang juga Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto bersaksi dalam sidang kasus korupsi KTP elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017). Sidang tersebut beragenda mendengarkan sejumlah keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum KPK salah satunya Ketua DPR Setya Novanto. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini hari membeberkan isi surat kuasa hukum dari Ketua Setya Novanto soal ketidakhadiran pemilik sapaan Setnov itu terkait panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka kasus korupsi KTP-el. Dimana panggilan ini sebagai panggilan pertama yang disampaikan KPK pada pekan lalu.

Pemaparan sendiri dilakukan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah di jakarta, Rabu (15/11).

“Surat pemberitahuan tidak dapat memenuhi panggilan KPK tersebut berisikan tujuh poin yang pada pokoknya sama dengan surat sebelumnya,” urai Febri.

Menurut Febri, sekira pukul 10.00 WIB ini hari, KPK menerima surat tertanggal 14 November 2017 dengan menggunakan kop surat kantor pengacara.

Surat yang ditandatangani Fredrich Yunadi selaku kuasa hukum Setnov, dengan ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnas HAM, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, Kajati DKI, Klien, dan Pertinggal.

Ini surat itu lanjut dia menyatakan jika kliennya belum bisa hadir memenuhi panggilan KPK sampai diterbitkannya putusan MK terhadap permohonan judicial review” atau uji materi yang diajukan kuasa hukum Setnov.

Ini dia surat tersebut, seperti dikutip dari Antara, Rabu (15/11):

Klien telah menerima surat panggilan KPK tanggal 10 November 2017 untuk menghadap penyidik KPK.

Dalam surat panggilan menyebutkan memanggil Setya Novanto, pekerjaan Ketua DPR RI dan seterusnya.

Bahwa berdasarkan: – Pasal 1 (3) UUD 1945: Negara Indonesia adalah Negara Hukum – Pasal 20 A huruf (3) UUD 1945 – Pasal 80 UU No. 17 Tahun 2014 – UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan. Berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2014 Pasal 224 ayat (5) (Hak Imunitas Anggota DPR) dan Pasal 245 ayat (1)
Bahwa adanya permohonan “judicial review” tentang wewenang memanggil klien kami selaku Ketua DPR RI dan seterusnya.

Bahwa pernyataan Ketua KPK tentang Pansus Angket dan seterusnya.
Bahwa adanya tugas negara pada klien kami untuk memimpin dan membuka Sidang Paripurna DPR pada 15 November 2017
Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK terhadap permohonan “judicial review” yang kami ajukan tersebut.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs