Jakarta, Aktual.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto menyerahkan keputusan rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla.
“Tanya Pak JK (Jusuf Kalla, red.) saja,” kata Setya singkat usai menghadiri buka puasa di DPP Partai Nasdem Jakarta, Sabtu (20/6).
Setya enggan berkomentar lebih rinci mengenai rencana perubahan UU yang menimbulkan pro dan kontra di berbagai kalangan.
Sementara itu, ditemui secara terpisah, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan rencana revisi UU KPK dilakukan demi perbaikan lembaga anti-korupsi tersebut.
Wapres juga menegaskan tidak ada perbedaan antara dirinya dengan Presiden Joko Widodo terkait rencana perubahan UU tersebut.
“Kadang-kadang cara berbicaranya saja beda, tapi tujuannya sama yakni untuk perbaikan (lembaga KPK, red). Tidak berbeda paham, tujuannya sama,” kata Wapres.
Sebelumnya, Wapres mengatakan rencana revisi atas UU itu bukan selalu bertujuan memperlemah KPK dengan membatasi kewenangan lembaga anti-korupsi tersebut.
“Revisi itu tergantung apanya yang dianggap perlu, dan direvisi tidak berarti memperlemah, itu bisa berarti memperkuat,” katanya.
Dia menjelaskan kewenangan yang dimiliki para pimpinan KPK tidak boleh bersifat mutlak.
“Suatu kewenangan memang harus ada batasnya, kan bukan berarti KPK punya kekuasaan yang tidak ada batasannya, tidak bisa ada kekuatan yang mutlak,” jelasnya.
Yang paling penting terkait keberadaan KPK adalah adanya upaya pengawasan terhadap lembaga tersebut sehingga kegiatannya dapat dipertanggungjawabkan.
“Yang terpenting adalah bagaimana mengukur tanggung jawabnya,” katanya menambahkan.
Terkait adanya pasal soal penyadapan, yang dinilai sejumlah pihak melemahkan upaya pemberantasan korupsi, Wapres mengatakan hal itu justru untuk memperketat pengaturan upaya pencegahan.
“(Penyadapan) Itu bukan dikurangi, tetapi diperketat aturannya. Jangan sampai ada orang sedang bicara dengan pacarnya lalu disadap,” kata Wapres menganalogikan batas kewenangan penyadapan itu.
Sementara itu, Presiden Jokowi secara gamblang menolak rencana perbaikan UU KPK melalui program legislasi nasional (prolegnas).
Menurut Pelaksana Tugas Ketua KPK, Taufiequrrahman Ruki, Presiden menolak usulan revisi UU tersebut karena bukan termasuk prioritas pembahasan.
“Presiden menyatakan menolak rencana dan usulan revisi undang-undang KPK, begitu. Sebetulnya prolegnasnya 2016, bukan 2015 ya. Tapi tidak tahu kenapa ada percepatan. Tapi yang jelas Presiden menolak,” kata Ruki.
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid