Jakarta, Aktula.com – Ketua Komisi VI DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno diperiksa KPK dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) periode 2011-2012.
“Saya dipanggil sebagai Saksi untuk kasus dugaan tindak pidana korupsi E-KTP tahun 2011-2012, sementara kapasitas saya waktu itu Wakil Ketua Komisi II dari tahun 2009-2010,” kata Teguh saat tiba di gedung KPK Jakarta, Rabu (14/12).
Teguh pernah dipanggil pada 7 Desember 2016 tapi ia tidak memenuhi panggilan KPK tersebut.
Ia pun mengaku tidak tahu mengenai aliran dana e-KTP yang menurut mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mengalir ke sejumlah anggota DPR Komisi II.
“Saya tidak tahu sama sekali apalagi Nazaruddin bilangnya tahun 2011, saya sudah tidak ada di Komisi II sedangkan pada 2009-2010 pembahasannya hanya konsep E-KTP tapi belum mendetail,” tambah Teguh.
Meski belum mendetail, total anggaran senilai sekitar Rp6 triliun sudah dirumuskan.
“Kalau totalnya sekitar Rp6 triliun, hampir samalah seperti yang disampaikan,” tambah Teguh.
Selain Teguh, politisi PDI-Perjuangan yang saat ini menjadi anggota Komisi II DPR Arif Wibowo juga mendatangi KPK.
“Saya kan dipanggil tanggal 9 (Desember) tapi saya sakit, tidak bisa datang. Saya dipanggil lagi tanggal 13 kemarin tapi suratnya sampai di kantor siang, jadi saya tidak tahu ada panggilan. Saya baru tahu malam, maka saya ke sini untuk mengonfirmasi kalau kemarin saya tidak datang bukan karena saya tidak mau datang tapi karena saya tidak memiliki informasi mengenai hari kemarin,” kata Arif.
Arif yang saat ini merupakan Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengaku juga tidak mengetahui soal tender e-KTP.
“Saya tidak tahu sama sekali soal proyek, soal tender, saya saat itu adalah wakil ketua pengganti, saya dilantik Maret 2012. Jadi saya tidak mengerti, saya tidak pernah jadi badan anggaran, saya orang yang cuek soal-soal anggaran,” kata Arif.
Menurut Arif, pembahasan E-KTP berlangsung pada 2010-2011 saat ia belum menjabat sebagai wakil ketua Komisi II meski sudah duduk sebagai anggota Komisi II.
“Karena kan pembahasan itu 2010-2011, pembahasan umum-umum saja dan komisi kan soal kebijakan jadi saya tidak mengeri proyek,” ungkap Arif.
Arif pun hanya menunggu panggilan selanjutnya dari KPK terkait pemeriksaannya.
Sudah ada dua tersangka dalam kasus ini yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen Sugiharto.
Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP, dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2,3 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan