Jakarta, Aktual.com – Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo, memberikan kuliah hukum di Universitas Borobudur, Jakarta, Sabtu, dan menekankan pentingnya pembentukan peradilan etik atau Mahkamah Etik sebagai langkah penting dalam proses penegakan etika di Indonesia.
“Dalam Konvensi Nasional tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara yang diselenggarakan oleh MPR RI, KY, DKPP, dan pihak terkait lainnya, telah diusulkan pentingnya Indonesia membentuk Mahkamah Etik (peradilan etik),” kata Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu.
Bamsoet, yang juga Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Borobudur, mengacu kepada TAP MPR Nomor VI MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara sebagai dasar pembentukan Mahkamah Etik.
Dalam perkuliahan dengan mata ajaran “Politik, Hukum dan Demokrasi,” Bamsoet membahas pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Bamsoet menegaskan bahwa, berdasarkan kewenangan yang ada, MKMK sebenarnya tidak memiliki kekuasaan untuk mengubah hasil gugatan yang sudah diputuskan MK, sesuai dengan Pasal 24C ayat (1) UUD Tahun 1945.
Ini mengakui bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final.
Namun, meskipun putusan MK bersifat final dan mengikat, pembentukan MKMK tetap memiliki urgensi. Salah satu tujuannya adalah memastikan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim MK.
Bamsoet juga menyoroti lembaga penegak kode etik yang ada di berbagai lembaga negara, seperti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Komisi Yudisial (KY), dan lainnya.
Setiap lembaga tersebut memiliki peran dalam menjaga, menegakkan kehormatan, dan martabat dalam lingkup tugasnya.
Dengan pembentukan Mahkamah Etik, proses penegakan etika akan mencapai tahap akhir, dan individu yang divonis bersalah secara etika oleh penegak kode etik berbagai lembaga akan dapat mengajukan banding di Mahkamah Etik.
Bamsoet menjelaskan bahwa saat ini, individu yang divonis melakukan kesalahan etika oleh penegak kode etik dapat mengajukan banding atau mencari keadilan di peradilan umum, yang kadang-kadang membingungkan karena etika dan hukum adalah dua hal yang berbeda.
Sebagai contoh, seseorang yang dianggap bersalah secara etika belum tentu bersalah di mata hukum.
Pembentukan Mahkamah Etik akan membantu memisahkan antara pelanggaran etika dan pelanggaran hukum, memberikan individu kesempatan untuk mencari keadilan dengan tepat.
Pesan dari kuliah Bambang Soesatyo ini memperjelas pentingnya Mahkamah Etik sebagai lembaga penegakan etika yang diperlukan untuk memastikan penegakan kode etik di berbagai lembaga dan organisasi di Indonesia.
Artikel ini ditulis oleh:
Firgi Erliansyah