Jakarta, Aktual.com – Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas perkembangan politik terkini di Indonesia. Menurut Arsjad, Pilpres 2024 telah dimulai dengan luka serius sebagai akibat dari putusan Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman.
Dalam jumpa pers di Kantor TPN, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (8/11), Arsjad Rasjid menyatakan bahwa saat ini demokrasi Indonesia tengah mengalami masa yang kelam. Dia menekankan bahwa sejarah akan mencatat bahwa Pilpres kali ini dimulai dengan luka serius, merujuk pada keputusan MKMK.
“Pada dasarnya MKMK menyatakan bahwa putusan MK nomor 90 lahir dari sebuah pelanggaran etik berat. Ini adalah mendung, masa berkabung untuk demokrasi kita,” kata Arsjad.
Arsjad juga mengungkapkan rasa sedihnya bahwa putusan MKMK tidak dapat membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi sebelumnya yang mengizinkan syarat calon presiden dan calon wakil presiden dari unsur kepala daerah. Meskipun demikian, ia menyatakan bahwa tidak boleh terus-menerus terpaku pada situasi tersebut.
Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahfud ini juga mengajak seluruh masyarakat untuk lebih memantau dan mengawasi proses demokrasi pada pemilihan umum mendatang. Arsjad meminta agar masyarakat tidak takut terhadap berbagai tekanan yang mengancam demokrasi.
“Jangan takut, jangan takut terhadap tekanan-tekanan yang dihadapi. Kita akan back up dan berjuang bersama, kita berjuang bersama,” ujarnya dengan penuh semangat.
Jimly Asshiddiqie, Ketua MKMK, telah menyatakan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran etik berat dalam perkara uji materi terkait syarat calon presiden dan calon wakil presiden dari unsur kepala daerah.
Jimly juga menyoroti intervensi pihak luar dalam pengambilan keputusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang diyakininya telah memberi peluang bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto.
Anwar Usman pun telah dijatuhi sanksi pencopotan dari jabatannya sebagai Ketua MK. Meskipun demikian, terdapat dissenting opinion dari anggota majelis etik MKMK, Bintan Saragih, yang berpendapat bahwa Anwar seharusnya tidak hanya dicopot sebagai Ketua MK, tetapi juga sebagai hakim konstitusi. Bintan berpendapat bahwa tidak ada sanksi pemberhentian yang memadai jika seorang hakim konstitusi melakukan pelanggaran berat.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi
Jalil