“Contohnya Foxconn, ada dugaan belum apa-apa sudah dipalak. Bagaimana itu terjadi? Ya karena sistem yang ada, dari atas turun ke bawah tidak dibenerin. Kalau sistem seperti ini diteruskan dari atas hingga bawah, ya tidak ada orang yang mau investasi,” tandas Hardjuno.

Hardjuno kembali memberi peringatan bagi pemimpin Indonesia agar jangan terlalu berpikir hal-hal yang sifatnya seremonial saja. Seolah-olah kalau pemimpin sudah membangun gedung atau kota yang megah akan diingat di masa depan. Padahal tidak demikian.

“Seorang pemimpin akan diingat kalau benar-benar bekerja menjadi pelayan rakyat dengan sungguh,” terangnya.

Saat ini jelas Hardjuno, pemimpin harus berorientasi jauh ke depan. Karena jika negara ini tidak bisa bersaing dan makin mundur, maka yang diingat dari pemimpin itu hanyalah korupsinya. Kalau suatu saat ada bencana maka orang akan berkata si pemimpin itulah yang penyebab semua kerusakan.

“Kita utang untuk bayar debitur BLBI tidak dihentikan malah dipelihara jadi kroni. Kalau bencana datang lebih parah dari 1998, orang akan ingat warisan siapa ini. SDA habis bonus demografi habis. Yang tersisa utang. Utang negara ditanggung rakyat. Itu warisan yang ditinggalkan ke anak cucu kita yang akan menghakimi kita. Karena semua pembangunan fisik akan membusuk pada waktunya. Yang abadi hanya simbol kelaliman, simbol korupsi, simbol hukum yang bisa diperjual belikan,” pungkas Hardjuno.

Artikel ini ditulis oleh:

Zaenal Arifin