Bawang putih sebelum diturunkan dari kontainer saat operasi pasar di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Rabu (17/5/2017). 2 kontainer bawang putih yang diimpor langsung dari China berisi 29 ton ini bertujuan untuk menekan harga bawang putih yang sedang melambung. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Kewajiban untuk menanam bawang putih bagi importir komoditas tersebut dinilai tidak efektif untuk menjaga stok bawang putih domestik karena terhambat permasalahan keterbatasan lahan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal.

Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi mengatakan bahwa puluhan ribu lahan bawang putih kini sudah beralih ditanami tanaman lain, yang terjadi bersamaan dengan banyaknya petani bawang putih yang beralih ke tanaman lain.

Menurut Hizkia Respatiadi, pada saat ini lahan bawang putih diperkirakan hanya sekitar 2.000 hektare.

“Alih fungsi lahan bawang putih sudah banyak terjadi. Selain lahan pertanian yang menyempit, kesuburan tanah di Indonesia juga semakin menurun. Kondisi ini adalah salah satu dari banyak penyebab target swasembada menjadi tidak rasional,” terangnya.

Selain itu, ujar dia, diwajibkannya importir bawang putih untuk menanam bawang putih dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap konsumen karena akan membuat para importir mengeluarkan biaya ekstra.

Biaya ekstra inilah yang dikhawatirkan Hizkia akan berdampak pada harga jual bawang putih kepada masyarakat. “Pemerintah jangan menghukum importir karena mereka hanya mengikuti kebutuhan pasar. Mereka tentu tidak mau menanggung lebih banyak ‘cost’ (biaya) dengan kewajiban ini. Maka hal ini akan berdampak pada harga jual. Lagi-lagi masyarakat yang dirugikan,” jelas Hizkia.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid