Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis saat dialog kisruh Freeport dengan tema: Pembegal UUD dan UU Minerba Vs Papa Minta Saham di Warung E Komando, Jakarta, Minggu (6/12). Kisruh Freeport adalah perang yang diciptakan CIA (badan intelijen Amerika). Akibatnya semua anak bangsa yang menjadi korban karena saling berhadap-hadapan. Freeport ingin mempertahankan operasinya di Papua. Perusahaan asal Amerika ini memang berharap operasinya di Papua bisa diperpanjang setelah kontrak berakhir 2021. AKTUAL/TINO OKTAVIANO

Jakarta, Aktual.com – Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis mendukung keberadaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dibubarkan. Bukan apa-apa, sebab keberadaan lembaga tersebut kewenangan sangat terbatas sehingga memboroskan keuangan negara.

“Mungkin saya orang pertama yang mengusulkan pembubaran DPD bila kewenangan hanya seperti saat ini saja,” terangnya saat dihubungi wartawan, Selasa (30/8).

Disampaikan, wacana pemberian kewenangan yang lebih besar kepada DPD RI bukan tanpa masalah. Sebab penambahan kewenangan itu nantinya bisa berdampak secara signifikan bagi jalannya pemerintahan. Bahkan, dengan nada tegas Margarito menyebutnya penambahan kewenangan bisa membuat DPD akan lebih ‘ngaco’ tugasnya.

Dicontohkan bagaimana dalam pembahasan APBN. Apabila pemerintah dan DPR RI telah setuju dalam pembahasannya sementara DPD belum mau membahas, maka jalannya pemerintahan akan terganggu karena belum ada keputusan bulat dari tiga lembaga.

Hal terpenting yang perlu diberi perhatian, sebenarnya bukan soal penambahan kewenangan, melainkan bagaimana kewenangan itu nantinya digunakan berikut pengelolaannya agar lebih baik.

“Ini yang mesti pikirkan solusinya dan selama ini menjadi kekhawatiran pemimpin partai politik,” terang Margarito.

Permasalahan lainnya, lanjut dia, yakni menyangkut pengawasan terhadap anggota DPD sangat sulit dilakukan karena mereka tidak mempunyai atasan dan berhak mengatur dirinya sendiri. Lain halnya dengan anggota DPR yang jika macam-macam dalam menjalan tugasnya bisa langsung dilaporkan ke ketua fraksi maupun ketua partai

“Kalau ada anggota DPD ngaco bagaimana menegurnya? Ini harus dicarikan solusinya,” katanya.

Ketua Komite I DPD Benny Ramdhani sebelumnya menyatakan persetujuannya dengan wacana DPD dibubarkan sepanjang peran dan kewenangannya tidak dikuatkan. Keberadannya hanya menghabiskan uang rakyat secara mubadzir.

DPD RI disebutnya hanya menghabiskan anggaran, dimana setiap tahunnya masing-masing anggota DPD menyedot dana APBN Rp 2,5 miliar dikalikan 132 anggota DPD selama lima tahun.

Dijabarkan bagaimana komponen pendapatan anggota DPD seperti gaji bulanan Rp 70 juta, jatah reses empat kali setahun dengan anggaran Rp 300 juta setiap reses, setiap bulan pulang ke dapil dengan SPPD Rp 24 juta, ada juga FGD empat kali dijatah Rp 35 juta untuk acara diskusi. Berikut kunker ke luar negeri 2x setahun dengan jatah Rp 150 juta setiap kali bepergian.

“Pulang dari luar negeri bersih bisa mengantongi 75 juta. Jadi semacam uang haram selama DPD tidak bisa menyuarakan aspirasi rakyat daerah yang diwakilinya,” kata Benny di Jakarta, Jumat (26/8).

Ia memberikan dua pilihan akan keberadaan DPD RI. Yakni diperkuat atau dibubarkan sekalian.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby