Jakarta, Aktual.com – Majelis Syariah PPP meminta pengurus wilayah, cabang dan kader mencari figur baru ketua umum yang dinilai mampu mengembalikan kejayaan partai berlambang kakbah. Figur Plt Ketua umum Muhamad Mardiono dinilai sudah semakin jauh dari semangat dan cita-cita PPP sebagai wadah aspirasi umat Islam.

Sekretaris Majelis Syariah PPP KH Fadlolan Musyaffa menyayangkan langkah Plt Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono yang semakin arogan dan tidak mengakui kesalahannya dalam mengelola partai warisan ulama. Bahkan Mardiono terus melakukan manuver pergantian ketua DPW melalui musyawarah wilayah luar biasa (muswilub) dengan tujuan meraih dukungan suara menjelang pelaksanaan muktamar.

KH Fadlolan mengungkapkan, semestinya sebagai plt ketua umum partai yang gagal membawa partai ke Senayan menyadari ketidakmampuannya dan menyerahkan tampuk pimpinan ke kader lain yang dinilai mampu mengembalikan PPP ke parlemen.

“Seharusnya beliau mohon maaf ke kader dan konstituen karena tidak mampu membawa amanat, tidak mampu mempertahankan PPP di Parlemen. Beliau mestinya mempersilahkan kader yang lain untuk melanjutkan, dan mendukung peralihan kepemimpinan di PPP,” katanya menanggapi rencana Mardiono maju dalam Muktamar PPP, kepada Aktual.com, Jumat (29/8).

KH Fadlolan juga menyesalkan sikap Mardiono yang terus melakukan manuver dengan mengganti ketua DPW melalui musyawarah wilayah luar biasa di sejumlah daerah. Padahal sudah ada putusan dari mahkamah partai yang membatalkan pelaksanaan muswilub. Namun, putusan tersebut dilawan dan bahkan membawa pengacara dar luar partai.

“Ini kerjaan yang tidak menarik dengan waktu yang dekat muktamar yang mestinya menyatukan kader, beliau lakukan itu, parahnya tidak pernah merasa salah dan mendengarkan suara majelis, ditegur dikasih surat, tidak pernah mengakui, dikasih surat mahkamah partai pun malah dilawan dengan kuasa hukum dari luar,” tegas dia.

Pengasuh Pondok Pesantren Fadlul Fadlan ini menyampaikan, sebagai plt ketum, Mardiono juga malas untuk berkomunikasi dan silaturahmi dengan ormas-ormas pendiri PPP. Sebagai plt ketua umum semestinya merangkul dan menjalin sinergi dengan NU, Muhammadiyah, Parmusi, Perti, dan Syarikat Islam.

“Masa dalam satu periode sekalipun Plt tidak pernah sowan ke kantornya NU, Muhammadiyah, Parmusi, Perti, SI, itu kan lucu. Padahal yang punya suara dan kader ada di sana,” paparnya.

Terlebih, katanya, Mardiono bukan berasal dari kalangan pesantren atau ormas pendiri PPP. Mestinya, dengan latar belakang tersebut, Mardiono rajin bersilaturahmi dengan ormas-ormas pendiri PPP.

“Sampai sekarang kan tidak ada yang mengenal beliau, baik kader maupun konstituen. Konstituen selama ini juga tidak tersentuh, sementara PPP basis suaranya di situ. Karena itu juga terbukti PPP mati di parlemen,” kritiknya.

Atas berbagai kesalahan, kelemahan serta kesombongan Plt Ketum Mardiono, KH Fadlolan sepakat dengan para kader dan pengurus untuk memilih ketua umum baru pada muktamar nanti.

“Agar PPP kembali ke parlemen, semua kader, sepuh maupun muda, harus sepakat ada pergantian ketum. Jangan lagi Pak Mardiono, ganti orang lain, kalau masih beliau jangankan kembali lagi ke parlemen, PPP bisa mati sampai grass root, karena sejarah sudah mencatat uji coba Pak Mardiono sudah gagal, ketika pemilu tidak bisa melakukan pembinaan sampai akar rumput,” pungkas lulusan Al Azhar Kairo, Mesir.

Sebelumnya dalam Muskerwil DPW PPP Jakarta, Mardiono mengaku tidak memiliki ambisi. Namun, jika memang dikehendaki ia akan memenuhi panggilan tersebut. “Saya tidak berambisi. Tapi kalau seorang pemimpin dikehendaki oleh orang yang mau dipimpin, tentu itu panggilan bagi seorang kader. Jadi kalau nanti seluruh Indonesia mayoritas masih memiliki keinginan, insyaallah saya memenuhi panggilan tersebut,” kata Mardiono.

Tuntutan pergantian ketum PPP sudah bergulir lama sejak PPP dinyatakan tidak mencapai ambang batas parlemen 4 %. Saat ini pengurus wilayah, para kyai dan tokoh PPP sedang mencari figur baru yang mampu mengembalikan partai ke senayan. Figur tersebut yang bisa menyatukan dan membangkitkan semangat, ghirah partai baik dari dalam partai maupun luar partai.

Artikel ini ditulis oleh:

Eroby Jawi Fahmi