Semarang, Aktual.com — Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Hasyim Muzadi menyatakan, bahwa setiap pejuang Indonesia harus dihormati dan tidak boleh disebut keburukannya jika yang bersangkutan sudah wafat.
“Hormati pejuang yang telah berbuat untuk bangsa. Siapa pun dia,” kata Hasyim di sela-sela mengikuti haul atau peringatan wafatnya Siti Hartinah Soeharto (Ibu Tien) di Astana Giribangun, Matesih, Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (23/9) malam.
Ibu Tien wafat di Jakarta, pada 28 April 1996 pada usia 72 tahun. Almarhumah adalah istri Presiden Indonesia kedua Jenderal Purnawirawan Soeharto.
Siti Hartinah, yang sehari-hari dipanggil “Ibu Tien Soeharto” itu adalah anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo.
Beberapa literatur menyebut bahwa Ibu Tien merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Tien menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta. Siti dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia tak lama setelah kematiannya.
Selain menghormati sebagai pejuang bangsa, bagi orang yang sudah meninggal hanya boleh disebut kebaikannya. “Tidak boleh disebut keburukannya,” tegas Hasyim yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini.
Peringatan wafatnya Ibu Tien Soeharto bertepatan dengan 10 Dzulhijjah, bersamaan dan berhimpitan dengan puncak pelaksanaan ibadah haji, yaitu wukuf di Arafah dan Idul Adha.
Dengan demikian, bangsa Indonesia bisa menghormati dua hal. Pertama melaksanakan tahlil untuk yang wafat dan kedua pelaksanaan takbir, karena esoknya, Kamis (24/9) adalah hari raya kurban atau Idul Adha.
Tentang pelaksanaan haul Ibu Tien, Hasyim menyatakan hal ini dimaksudkan memanjatkan doa untuk yang wafat, kemudian meneladani apa yang baik, lantas memohonkan maghfirah atau ampunan sesama manusia.
“Dan lebih penting lagi, menanamkan kesadaran bagi yang masih hidup bahwa kemudian hari, pada waktunya, akan wafat pula,” kata dia.
Pada peringatan wafatnya Ibu Tien yang ke-20 tahun itu, hadir keluarga besar Soeharto. Di antaranya Siti Hardiyanti Hastuti alias Mbak Tutut, Sigit Harjojudanto, Siti Hediyanti Hariyadi, Hutomo Mandala Putra, dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Tampak pula Ketua Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila (YAMP) Sulastomo, mantan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni, mantan Menteri Koperasi Subiyakto Tjakra Wardaya, mantan Kepala BKKBN Haryono Suyono, dan sejumlah rekan terdekat keluarga Soeharto.
Usai pembacaan surat Yasin, tahlil, dan doa, anggota keluarga Soeharto menaburkan bunga ke makam kedua orang tuanya. KH Hasyim Muzadi bersama undangan juga menaburkan bunga diiringi doa.
Artikel ini ditulis oleh: