Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin (tengah) bersama pengurus MUI menngelar jumpa pers terkait penistaan agama yang dilakukan Ahok di kantor MUI, Jakarta, Kamis (13/10/2016). Dalam keterangannya, MUI meminta aparat penegak hukum untuk pro-aktif melakukan penegakkan hukum secara tegas, cepat, proporsional dengan memperhatikan rasa keadilan bagi masyarakat. AKTUAL/Munzir

Jakarta, Aktual.com – Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’aruf Amin menegaskan bahwa fatwa MUI hanya mengikat secara syar’i kepada umat Islam.

Menurutnya, fatwa tersebut bukanlah hukum positif yang mengikat, namun tidak juga berbenturan dengan hukum di Indonesia.

“Jadi kalau disebutkan fatwa MUI berbenturan dengan hukum postif, saya tegaskan tidak ada benturan,” kata Ma’aruf Amin dalam diskusi ‘Fatwa MUI dan Hukum Positif’ di PTIK, Jakarta Selatan, Selasa (17/1).

Dia menjelaskan, MUI menerbitkan fatwa sebagai lembaga yang kredibel dan mempunyai otoritas serta representasi dari berbagai ormas Islam di Indonesia.

Fatwa MUI akan mengikat secara syar’i kepada Muslim. Namun, fatwa MUI belum tentu mengikat secara eksekusi atau pelaksanaan.

Sebab lanjut Ma’aruf di Indonesia bisa dijadikan eksekusi kalau dijadikan hukum postif atau sudah menjadi peraturan perundang-undangan.

“Jadi saya kira jelas fatwa mengikat secara syar’i bagi tiap-tiap Muslim, tetapi belum tentu dia bisa menjadi untuk dieksekusi karena belum dijadikan hukum,” ujar dia.

Kata Ma’aruf, jika fatwa MUI sudah dijadikan hukum positif yang dibuat menjadi peraturan perundang-undangan maka akan mengikat secara keseluruhan, baik secara syar’i maupun eksekusi.

“Tetapi kalau sudah menjadi hukum positif maka dia mengikat secara keseluruhannya secara syar’i dan tarjih,” terang dia.

Ma’ruf memberikan contoh fatwa MUI yang mengikat secara syar’i dan juga tarjih yang berdasarkan atas perintah undang-undang, yaitu mengenai fatwa kehalalan. Hal itu berkaitan dengan hukum postif dikarenakan perintah UU.

“Misalnya produk halal. Menurut UU yang menetapkan kehalalan itu adalah MUI. Itu perintah UU. Jadi punya kaitan dengan hukum postif karena sudah dipositivisasi. Fatwa yang sudah dipositivisasi,” tandasnya.

Laporan: Fadlan Syiam Butho

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby