Jakarta, Aktual.com-Perppu No:2 Tahun 2017 tentang ormas belakangan menjadi polemik. Sebelumnya pemerintah memberi signal pembubaran salah ormas Islam (HTI). Alasannya sederhana, ormas Islam ini dianggap bertentangan dengan Pancasila sebagai way of life Indonesia.

Polemik apakah HTI bertentangan dengan mabda’ (ideologi) negara atau tidak akan berlanjut hingga pengadilan. Terlepas dari polemik tersebut, sebaiknya kita mengambil jalan tengah. HTI memiliki anggota jutaan dan mereka merupakan anak bangsa yang memiliki hak konstitusional. Mereka dilindungi UUD 45 sehingga jalan tengah sebaiknya dilakukan.

Secara umum konsep khilafah sejatinya tidak melanggar karena subtansi dari khilafah ialah sistem pemerintahan. Artinya konsep ini pantas dijadikan kajian ilmiah, kajian akademis bukan malah dicaci maki. Fakta sejarah HTI tidak melanggar aturan ketatanegaraan kita.

HTI hanya menawarkan gagasan lama yang coba diperkenalkan kembali. Fakta sejarah juga mengatakan bahwa khilafah pasca Nabi Muhammad SAW selalu berbeda mekanisme. Ada yang melalui pemilihan (Abu Bakar), ada yang ditunjuk Abu Bakar (Umar Ibn Khathab), melalui formatur (Usman Ibn Affan) dan dipilih (Ali).

Sampai disini HTI sekalipun bakal bingung, sistem bagaimana yang akan lebih tepat berdasarkan keadaan zaman ini. Kalau menggunakan formatur maka Indonesia sudah pernah menerapkannya namun diamandemen sejak reformasi bergulir. Namun pelanggaran yang terjadi bisa jadi terkait teritorial kepemimpinan.

HTI yang memiliki jaringan se-dunia barangkali ingin Umat Islam memiliki satu kepemimpinan. Ini tentu pelanggaran secara teritorial, HTI harus menyesuaikan diri. Artinya khilafah yang cocok dan tidak melanggar Pancasila dan UUD 45 ialah khilafah nusantara.

Sintesis ini diharapkan dapat menjadi jalan tengah dari Pancasila dan Khilafah. Toh Pancasila sangat mengedepankan musyawarah untuk mufakat yang sesuai sekali dengan nilai-nilai Islam. Tindakan represif oleh negara terhadap rakyat yang berserikat tanpa pernah merugikan pihak lain adalah sikap kekanakan.

Pemerintah harusnya melakukan evaluasi terhadap ormas yang bersikap premanisme, parpol yang melakukan korupsi, keduanya sangat jelas merugikan dan meresahkan masyarakat. Keduanya sama sekali tidak bisa ditoleransi baik secara hukum maupun secara kajian ilmiah.

Khilafah nusantara berarti memilih pemimpin berdasarkan musyawarah mufakat. Pemimpin yang berintegritas dan waras serta cakap melihat peluang serta tantangan. Dialog pemerintah dan ormas (HTI) perlu dikedepankan, budaya ilmiah perlu dijadikan tradisi.

Selama ini HTI tidak terindikasi melalukan tindakan-tindakan anarkis, radikal apalagi terorisme. HTI selama ini melakukan aktifitas politik dan dakwah yang sebenarnya menambah khazanah ilmu pengetahuan. Saya termasuk penikmat konsep perbedaan dalam sistem pemerintahan dan politik.

Khilafah Nusantara sebuah konsep yang patut dipertimbangkan. Sebuah sistem yang mampu menjadi partner bagi Pancasila agar Indonesia memiliki kepemimpinan yang berintegritas dan cerdas. Demokrasi liberal yang sekarang diterapkan sejatinya juga sistem impor negara barat.

Demokrasi liberal yang sekarang sejatinya tidak sesuai dengan Pancasila. Perlu dipertimbangkan kembali penerapannya sehingga kita tidak merasa bangga dengan demokrasi impor ini. Sila ke-4 Pancasila mengajarkan demokrasi keterwakilan guna musyawarah dalam mencapi mufakat. Inilah khilafah nusantara.
Oleh: Don Zakiyamani
Ketua Umum Jaringan Intelektual Muda Islam (JIMI)/ Banda Aceh

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Bawaan Situs