Jakarta, Aktual.com – Khodim Zawiyah Arrraudhah KH. Muhammad Danial Nafis menjelaskan kepada jamaah bahwa zikir, fikir, dan khidmah bukan hanya slogan semata bagi ahlu zawiyah, tetapi merupakan prinsip serta landasan utama bagi Zawiyah Arraudhah.

“Hal itu dibuktikan secara nyata, Selain zikir secara berjamaah, secara kekayaan intelektual Zawiyah juga mengadakan kajian ilmiah kitab turats dengan sanad yang bersambung, terjemah karya para sufi agung , serta melakukan khidmah (peduli sosial) seperti memperjuangkan hak muslim yang terabaikan serta berbagi terhadap sesama,” ungkap Kiai Nafis pada pembukaan majelis rutinan dan Haul Al-Imam Al-Quthb Syeikh Muhammad bin Shiddiq Al-Ghumari Radhiyallahu’anhu di Zawiyah Arraudhah, Tebet, Jakarta Selatan, Selasa (17/5).

Menurut Kiai Nafis, tanpa berzikir, seorang sulit untuk bisa merasakan ikhlas dan tak akan mampu berpikir waras seutuhnya. Ia akan terus berpikir tentang kepentingan pribadi. dan selalu berpikir “Semua ini untuk apa? Aku bergerak bekerja dapat apa?”.

“Dzikir yang dibimbing dan memilki sanad, insya Allah akan menghantarkanmu ma’rifat kepadaNya. Menghantarkanmu paham dengan ridho kepada Allah dan bersyukur kepadaNya,” jelas Kiai Nafis.

Kiai Nafis menambahkan, saat ini banyak orang membatasi antara dzikir dengan keintelektualan, maka suburlah paham sekulerisme. Padahal menurut beliau, setiap zawiyah yang memiliki keilmuan dan diterangi cahaya Rasulullah SAW., pasti memegang kuat dzikir, fikir dan khidmah.

“Namun, selain zikir, seorang muslim juga harus mengasah intelektualnya agar menjadi sosok yang memiliki kekayaan intelektual yang berbasis ahlissunah wal jamaah, bukan yang liberal, bebas tanpa batas,” tambah Kiai Nafis.

“Bagaimana kita bisa berkhidmah? Oleh karena itu ikhwah, Dzikirmu yang benar, akan menghasilkan pikiran yang waras, dan luaskanlah jangkauanmu dalam berdoa bukan membatasi diri hanya untuk mendoakan diri sendiri. Sehingga merasa belum sukses, padahal ia telah menerima berbagai anugrah dan nikmat luar biasa yang Allah berikan. Sudahkah kita bersyukur kepadaNya?” terang Kiai Nafis.

Kiai Nafis juga mengingatkan agar jamaah menjaga pikiran-pikiran yang bisa menyebabkan terhalang dari cahaya kebenaran. yakni keegoisan yang bisa membatasi diri seseorang untuk bisa menerima yang haq (Benar).

“Karena zawiyah bukan sebatas kata, tapi merupakan cita rasa.Karena ibadah bukan terbatas pada ibadah mahdah(murni) tapi juga ada ibadah sosial, memikirkan apa yang bisa manfaat untuk umat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita harus mulai berfikir apa yang bisa kita berikan kepada Umat? Tidak berpikir hanya untuk kepentingan pribadi,” terang Kiai Nafis.

“Semua thariqoh pasti memiliki suluk, baik itu lewat sedekah,puasa,wiridan, baca qur’an atau amal kebajikan yang lain. Kalau ada yang mengatakan thariqah tidak memiliki suluk, berarti ia belum ditarbiyah, belum mendapat bimbingan guru yang mursyid,” kata Kiai Nafis.

“Saya berharap jamaah Zawiyah Arraudhah, bisa menjadi pribadi yang dzikirnya kuat, pikirannya cerdas, amal sholehnya baik. Menjadi sosok insan kamil, atine urip (hatinya hidup), akale urup (menyinari perjalanannya), badannya bercahanya (melakukan amal nyata),” tutup Kiai Nafis. (Arfan)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin