Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mempertanyakan kinerja Kejaksaan Agung dibawah kepemimpinan HM Prasetyo, khususnya dalam mengungkap kasus dugaan permufakatan jahat yang dituduhkan kepada mantan Ketua DPR Setya Novanto.
Kejagung pada awalnya terlihat sangat bernafsu mengungkap dugaan kejahatan Novanto, seakan-akan sudah memegang alat bukti yang cukup untuk mengungkap kejahatan Novanto. Akan tetapi, dalam prosesnya kejaksaan justru melempem.
“Penanganan kasus Setya Novanto, Kejaksaan Agung sudah saya ingatkan dalam melakukan penegakan hukum. Dimulai dari penyelidikan, begitu dibuka lagunya ‘Maju Tak Gentar’, tapi kemudian ketika sampai tahap selanjutnya berubah lagunya menjadi ‘Bengawan Solo’,” ujar Arsul di Gedung DPR, Senayan, Jumat (29/1).
“DPR boleh mengingatkan, kenapa Kejagung saat awal-awal, hampir tiap hari ngomong kepada media seolah-olah ingin membuat ‘pressure” untuk proses di MKD. Tapi begitu sekarang ini menghadapi realitas, Novanto sudah tiga kali dipanggil, tidak penuhi syarat, lalu senjata Jaksa Agung hanya mengatakan kalau itu masalah etika,” ujar dia.
Berkaca dari pengungkapan oleh kejaksaan demikian, Arsul yang juga politisi PPP itu menilai sebagai hal yang wajar apabila publik menilai kinerja kejaksaan kurang baik. Sebab pemanggilan Novanto, sebagai penegak hukum, kejaksaan semestinya tidak berkesimpulan masalah etika. Berbeda jika yang menyatakan demikian adalah pengamat dan publik pada umumnya.
“Jadi yang saya tangkap, adalah kalau cara penegakan hukum seperti itu, maka menjadi wajar kalau ada kesan bahwa dalam proses Setya Novanto ada konten atau muatan politisnya. Wajar ada anggapan atau kesan, di DPR RI atau di luar seperti itu,” kata Arsul.
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu