Jakarta, Aktual.com — Satwa Kera Raksasa yang sering digambarkan oleh manusia sebagai King Kong, memiliki postur tubuh hingga mencapai tiga meter dan berat sekitar 500 kilogram.

Namun, otak dan kekuatan fisik King Kong Raksasa ini tentu tidak bisa Anda temukan dalam kehisupan sekarang ini. King Kong Raksasa yang memiliki nama ilmiah “Gigantopithecus” sudah punah karena gagal beradaptasi dengan lingkungannya yang terus berubah.

Binatang raksasa yang sudah punah 100 ribu tahun lalu, fosilnya ditemukan di hutan semi tropis di kawasan Asia Tenggara. Bahkan, semasa hidupnya King Kong raksasa ini pernah menjelajahi hutan di Indonesia.

Profesor Dr Hervé Bocherens dari Senckenberg Center for Human Evolution and Palaeoenvironment (HEP), Universitas Tübingen, mengatakan, “Hanya beberapa gigi besar dan tulang dari rahang bawah dikenali fosilnya.”

“Tapi sekarang, kami mampu untuk memberikan sedikit pencerahan terhadap sejarah secara jelas dari satwa primata ini.”

King Kong raksasa 2

Dengan menganalisis enamel sisa-sisa fosil gigi, para ilmuwan mampu menentukan bahwa “primata besar hanya tinggal di hutan dan memperoleh makanan mereka dari habitatnya. ‘Gigantopithecus’ adalah jenis vegetarian eksklusif.”

Nampaknya, King Kong enggan untuk meninggalkan wilayah hutan, habitat alaminya. Kera raksasa itu akhirnya punah karena tidak mampu memanjat pohon karena struktur tubuhnya yang terlalu besar.

Selama zaman Pleistosen, yang berlangsung dari sekitar 1.8 Miliar tahun yang lalu hingga 11.700 tahun yang lalu, banyak kawasan berhutan lebat menjadi lanskap savana di mana vegetasi menjadi langka.

“Ada pasokan makanan namun tidak cukup untuk kera raksasa ini,” kata Bocherens menjelaskan dalam makalah yang diterbitkan dalam ‘Quaternary International’.

“Kerabat dari kera raksasa, seperti Orangutan justru mampu bertahan hidup meskipun mereka hanya mampu beradaptasi pada habitat tertentu.”

“Namun, orangutan memiliki metabolisme yang lambat dan mampu bertahan hidup pada makanan terbatas. Karena ukurannya, ‘Gigantopithecus’ mungkin hanya bergantung pada sejumlah besar makanan.” (Sumber: Metro.Co.Uk, Huffington Post).

Artikel ini ditulis oleh: