Jakata, Aktual.com – Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Fanshurullah Asa meminta pemerintah memberikan kewenangan lebih untuk menekan tingginya harga gas di Indonesia seperti kasus yang terjadi di Sumatra Utara.
Tarifi listrik disana tergolong sangat tinggi hingga menghimpit industri dan perekonomian rakyat. Permasalahannya pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) Belawan ternyata mendapatkan harga gas yang tidak wajar.
Sebagaimana diketahui, gas untuk PLTGU Belawan berasal dari Tangguh di Papua, setelah diproses jadi LNG harganya sekitar USD 6/MMBTU. Sampai di Terminal Penerimaan dan Regasifikasi LNG Arun, LNG diregasifikasi dengan biaya USD 1,56/MMBTU.
Kemudian gas dialirkan ke PLTGU Belawan melalui pipa transmisi Arun-Belawan milik anak perusahaan PT Pertamina (Persero) yakni Pertagas yang mengenakan tarif toll fee terlalu tinggi yaitu USD 2,53/MSCF. Sehingga total biaya regasifikasi dan tol fee pipa transmisi saja sudah USD 4,09/MMBTU. Hal ini membuat harga gas di atas USD 10/MMBTU sampai di PLTGU Belawan.
Untuk itu kata Fanshurullah, BPH migas memerlukan kewenangan yang memungkinkan lembaga ini terlibat sejak awal proses niaga gas. Yang mana pada saat pembangunan infrastruktur hingga penentuan toll fee. Dari sana akan mendapat kesesuaian investasi (capital expenditure/capex) yang berperan menetukan besaran tarif toll fee.
“Gas bumi di Arun-Belawan. Disana BPH Migas dilibatkan haya di ujung pada saat penyusunan toll fee-nya dan itupun dapat data dari KJPP. Makanya kedepan saya pengennya BPH Migas terlibat mulai dari enginering, desing. Sehingga akan mengetahu capex-nya. Karena itu bagian dari penetuan harga toll fee atas capex yang dikeluarkan. Selama ini kita nggak terlibat, maka jadi kemahalan. Volumnya dibesar-besarkan,” tuturnya kepada Aktual.com, ditulis Jumat (2/6)
Selain itu, yang paling disesalkan ternyata Pertagas jugas memasukkan perhitungan biaya yang tidak perlu berupa country risk dalam komponen. Padahal tegas Fanshurullah perusahaan ini merupakan anak perusahaan BUMN, bukan perusahaan asing yang memang bisa dimaklumi adanya perlindungan investasi. Jadi apa yang dilakukan oleh Pertagas hanya menambah beban bagi rakyat.
“Kemudian kita menemui kasus di Arun- Belawan ternyata ada memasukkan coutry risk. Wong sama-sama badan usaha, BUMN. Bukan investasi asing kok ada counry risk,” sesalnya.
Dadangsah Dapunta
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs

















