Jakarta, Aktual.com — Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Nelson Simanjuntak mengatakan masyarakat Indonesia di masa kini cenderung permisif terhadap politik uang, karena secara moral hal itu belum dianggap sebagai sebuah kejahatan.

“Pada awalnya masyarakat masih malu-malu menerima uang dari peserta pilkada, namun saat ini warga sudah terang-terangan,” ujar Nelson saat konferensi pers PGI terkait pilkada, di Gedung PGI, Jakarta, Minggu (27/9).

Nelson melanjutkan, ini terjadi karena masyarakat, secara moral, tidak menganggap itu sebagai kesalahan.  Apalagi, dalam praktiknya, penegakan hukum tidak cukup kuat untuk mencegah atau menindak hal tersebut.

Bawaslu sendiri tidak bisa berbuat apa-apa jika menemukan kejadian politik uang ini, karena memang tidak diatur dalam undang-undang pilkada.

“Jadi, kami mendorong pihak kepolisian untuk mengambil tindakan dengan menerapkan Pasal 149 KUHP yang berisi tentang ancaman pidana bagi para pemberi dan penerima uang dalam pemilu,” kata Nelson.

Selain itu, Bawaslu juga mengimbau lembaga dan tokoh-tokoh agama untuk memberikan pesan-pesan moral kepada umatnya sebagai pemilih dalam pilkada, agar menegakkan proses pemilu yang bermoral dan bermartabat.

Karena, kata Nelson, hukum positif di Indonesia belum cukup bisa mengatur seluruh tindak tanduk masyarakat. “Perlu ada norma agama sebab peran negara saja tidak cukup,” katanya.

Bawaslu juga mengajak semua lembaga agama di Indonesia untuk netral dan tidak menolak segala bentuk uang ataupun sumbangan dari para calon kepala daerah, baik berstatus petahana maupun tidak.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby