Ia mengatakan, dalam proses seleksi penyelenggara pemilu kadang kerap mengandalkan patron politik, kesamaan korps organisasi yang selalu mendominasi atau didahulukan dalam proses seleksi, bukan mengedepankan integritas, kompetensi, independensi, rekam jejak calon penyelenggara pemilu.

“Banyak calon-calon penyelenggara pemilu yang memiliki karakter yang bagus, pengetahuan kepemiluan yang mumpuni dan pribadi yang amanah berguguran dalam proses calon seleksi,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Girindra, ke depan proses seleksi harus terbuka kepada publik.

“Misalnya, kenapa si A gugur, padahal dia orang atau tokoh yang dapat diandalkan sebagai penyelenggara pemilu, kecuali tahap kesehatan yang perlu dirahasiakan,” tuturnya.

Ia menambahkan, bahwa politik uang yang melibatkan penyelenggara dikhawatirkan bukan suatu peristiwa yang kasuistik, tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadi di daerah-daerah lain yang belum ketahuan.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid