Jakarta, Aktual.com – Direktur Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Kaka Suminta, mengungkapkan bahwa sangat disesalkan adanya keterlibatan sejumlah perwira tinggi TNI/Polri yang masih aktif dalam kontestasi Pilkada Serentak 2018 mendatang.
Kaka menjelaskan, meskipun tidak melanggar ketentuan hukum, tetapi majunya jenderal aktif, baik dari TNI maupun Polri, merupakan sebuah kemunduran dalam proses pendewasaan demokrasi di Indonesia.
“Memang keikutsertaan petinggi TNI/Polri dalam pilkada tidak bertentangan dengan hukum. Tapi jangan lupa, bahwa di atas hukum ada yang namanya etika,” ungkapnya di kantor KIPP di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (28/17).
Oleh karena itu, Kaka menegaskan, seharusnya sebagai prajurit terlebih seorang perwira tinggi, para jenderal yang berencana ikut dalam Pilkada lebih mementingkan etika ketimbang hasrat politiknya. Sebab, seorang perwira tinggi harusnya menyadari tugas dari instansinya sebagai lembaga keamanan dan pertahanan negara.
“Sebagai seorang prajurit seharusnya para petinggi TNI/Polri itu dapat menjunjung tinggi etika,” ujarnya.
Kaka menambahkan, keikutsertaan para perwira tinggi TNI/Polri yang masih aktif dalam pilkada memiliki sejumlah resiko lainnya, di antaranya adalah adanya kemungkinan campur tangan dari lembaga asalnya untuk mensukseskan perwira tersebut menjadi pemimpin sebuah daerah.
“Di sisi lain seharusnya lebih fokus pada tugas keamanan dan pertahanan. Seharusnya TNI/Polri tidak masuk ke politik sebelum pensiun. Karena ada ekses yang tidak sederhana, masih ada komunikasi senior dan junior yang telah terbangun,” katanya.
Seperti diketahui, setidaknya ada empat beberapa perwira tinggi TNI/Polri yang akan maju sebagai calon kepala daerah, Kapolda Sumatera Utara Irjen Paulus Waterpauw, Kepala Korps Brigade Mobil (Kakorbrimob) Irjen Pol Murad Ismail, Kapolda Kalimantan Timur Irjen Pol Safaruddin, Wakalemdiklat Polri Irjen Pol Anton Charliyan dan Pangkostrad Letjen Eddi Rahmayadi.
(Reporter: Teuku Wildan)
Artikel ini ditulis oleh:
Teuku Wildan
Eka