Jakarta aktual.com – Dikisahkan, pada masa Rasul Saw. Ada seorang pemuda bernama Alqamah, ia rajin solat, banyak berpuasa dan suka bersedekah.
Suatu ketika ia sakit yang tak kunjung sembuh. Karena itu, isterinya mengirim utusan kepada Rasulullah untuk memberitahukan keadaan Alqamah yang kritis. Rasul pun akhirnya mengutus Ammar bin Yasir, Shuhaib ar-Rumi, dan Bilal bin Rabah untuk melihat kondisi Alqamah. “Pergilah ke rumah Alqamah dan talqin-lah untuk mengucapkan La Ilaha Illallah!” perintah Rasulullah.
Akhirnya mereka berangkat. Ternyata saat itu Alqamah dalam keadaan sakaratul maut. Mereka lantas mentalqin-nya, tetapi lisan Alqamah tak bisa mengucapkan La ilaha Illallah. Mereka terkejut dan bergegas melaporkan kejadian ini kepada baginda Rasul Saw. Rasulullah pun bertanya, “Apakah ia masih mempunyai kedua orang tua?”
“Ada, Wahai Rasulullah. Ia masih mempunyai seorang ibu yang sudah tua renta.” Rasulullah lalu mengirim utusan dengan berpesan, “Katakan pada ibunya Alqamah, jika ia masih mampu berjalan menemui Rasulullah maka datanglah. Namun kalau tidak, biarlah Rasulullah yang datang menemuinya.”
Tatkala utusan itu menyampaikan pesan Rasulullah, ia lantas berkata,” Saya lah yang lebih berhak mendatangi Rasulullah.”
Kemudian Ibu Alqamah pergi menemui Rasulullah. Rasulullah berkata, “Wahai ibu Alqamah, jawablah pertanyaanku dengan jujur. Sebab jika engkau berbohong, maka akan datang wahyu dari Allah yang akan memberitahukan kepadaku. Sebenarnya bagaimana keadaan putramu Alqamah?”
Sang ibu menjawab, “Wahai Rasulullah, Ia rajin solat, sering berpuasa, dan gemar bersedekah.”
“Lalu apa perasaanmu padanya?” tanya Rasulullah lagi
“Saya kesal kepadanya, Wahai Rasulullah,” jawab ibunya.
“Kenapa?” tanya Rasulullah.
“Ya Rasulullah, Alqamah telah mengutamakan isterinya dibandingkan saya. Ia durhaka kepadaku,” jawabnya
Rasulullah berkata, “Sesungguhnya kemarahan ibunya telah menghalangi lisan Alqamah untuk mengucapkan syahadat. Wahai Bilal, kumpulkan kayu bakar yang banyak,”
“Wahai Rasulullah, apa yang hendak engkau lakukan?” Tanya sang ibu.
“Saya akan membakarnya dihadapanmu.” ujar Rasulullah.
“Wahai Rasulullah, saya tidak ingin engkau membakar anakku,” pinta sang Ibu.
Rasulullah menjelaskan, “Wahai ibu Alqamah, sesungguhnya azab Allah lebih pedih dan lebih langgeng. Kalau engkau ingin Allah mengampuninya, maka relakanlah anakmu Alqamah. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya solat, puasa dan sedekahnya Alqamah tak akan memberinya manfaat sedikit pun selagi engkau marah kepadanya,”
Iba dengan dengan nasib yang bakal menimpa anaknya, akhirnya hati ibu Alqamah luluh. Ia lantas berkata, “Wahai Rasulullah, Allah sebagai saksi, juga para Malaikat dan kaum muslimin yang hadir saat ini, bahwa saya telah rida pada anakku Alqamah,”
Rasulullah berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, temuilah Alqamah kembali dan lihatlah kondisinya, apakah ia sudah bisa mengucapkan syahadat. Barangkali ibu Alqamah mengucapkan sesuatu yang bukan berasal dari hatinya. Barangkali ia hanya malu kepadaku,”
Bilal pun berangkat, ternyata dari dalam rumah ia mendengar Alqamah telah mengucapkan La ilaha Illallah. Bilal lalu masuk dan berkata, “Saudara-saudara sekalian, sesungguhnya kemarahan ibu Alqamah telah menghalangi lisannya sehingga tak bisa mengucapkan syahadat, tetapi rida ibunya telah membuat Alqamah mampu mengucapkan syahadat,”
Kemudian, Alqamah pun wafat saat itu juga. Rasulullah memerintahkan agar ia dimandikan lalau dikafani. Setelah itu, Rasulullah dan para sahabat mensolatkan dan menguburkannya. Usai memakamkan jenazah Alqamah, Rasulullah bersabda, “Wahai sekalian kaum Muhajirin dan Anshar, siapa yang lebih mengutamakan isterinya dari pada ibunya, ia akan mendapatkan laknat dari Allah, para Malaikat, dan sekalian manusia. Allah tidak akan menrima amalannya, kecuali ia bertaubat dan berbuat baik pada ibunya serta meminta ridanya. Sebab, rida Allah tergantung pada ridanya dan murka Allah tergantung pada murkanya,”
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain