Malang, Aktual.com — Bacaan tahlil terdengar keras dari dalam rumah di Jalan RT 6 – RW 4, Desa Simojayan, Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang, Jawa Timur, suatu siang.

Ratusan warga duduk bersila di dalam, teras hingga halaman rumah yang sudah dipasang tenda biru. Tidak hanya laki-laki, puluhan ibu-ibu yang duduk di bagian dalam rumah turut menyebut kalimat-kalimat suci menganggungkan asma Allah SWT.

Di teras rumah, sebuah bingkai foto berukuran 10 R terpampang foto pasangan suami istri yang kompak mengenakan batik merah.

Seorang wanita berkerudung hijau duduk tertunduk, sekali-sekali jari tangan kanannya menyeka matanya yang mera dan terkadang membersihkan pipinya menggunakan sapu tangan yang terselip di telapak tangannya.

Namanya Yunanti Shofa, dialah putri sulung Mas’adi Saiman, seorang korban musibah jatuhnya alat berat crane saat angin kencang melanda Kota Mekkah, Arab Saudi, pada Jumat (11/9) petang, menjelang Magrib.

Matanya sembab, kalimatnya berbicara terbata-bata. Bahkan, saat Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf mengunjungi kediamannya, Rabu (16/9), tak banyak suara keluar dari mulutnya.

“Yang sabar ya. Ini ujian dan Insya Allah bapak wafat dalam keadaan syahid dan sebagai syuhada Haji,” ujar Gus Ipul, sapaan akrab Wakil Gubernur Jatim menenangkan Yunanti.

Tidak jauh duduknya dari Yunanti, seorang pria paruh baya bersila dan pandangannya seolah hampa. Dia adalah Mashudi, putra kedua dari korban. Satu lagi adiknya, Ifah, saat ini tengah berada di Malaysia sebagai ibu rumah tangga di sana.

Almarhum Mas’adi Saiman tak sendirian berangkat ke Mekkah. Ia ditemani istrinya, Jamilah, yang selamat dalam musibah tersebut.

Keduanya terdaftar sebagai calon haji kelompok terbang (kloter) 38 dari Embarkasi Surabaya pada 6 September 2015. Satu desa, Mas’adi dan Jamilah juga bersama empat warga lain, salah satunya kepala desa setempat, Abdullah.

Sebelum meninggalkan rumah, Mas’adi yang setiap harinya berprofesi sebagai guru mengaji di Serawak, Malaysia, pernah bercerita kepada anak dan keluarganya telah bermimpi bertemu Rasululullah SAW.

“Saya tadi malam bermimpi bertemu Nabi Muhammad SAW dan ingin bertemu beliau kembali di Mekkah,” ucap Ahmad Faidzin, salah seorang keluarga, menirukan suara Mas’adi.

Tidak itu saja, Mas’adi yang kini berusia 58 tahun tersebut juga pernah mengungkap tak ingin kembali ke Indonesia usai menunaikan Ibadah Haji tahun ini, dan menetap di Mekkah selamanya.

Pihak keluarga awalnya tak menyangka kalimat yang keluar dari mulut almarhum merupakan firasat. Ini karena Mas’adi pernah bekerja di Arab Saudi dan sempat berhaji, puluhan tahun lalu.

“Kami tak menganggapnya firasat karena dulu bapak pernah tinggal dan bekerja di sana. Kami sangka bapak ingin kembali ke sana lagi seperti dulu,” ucapnya terbata.

Kabar dari Media Kabar kepastian Mas’adi menjadi satu di antara puluhan calon haji dari berbagai negara yang menjadi korban musibah jatuhnya crane baru didapatkannya Senin (14/9), dari anak bungsu korban, Ifah yang berada di Malaysia.

“Kami mendengar dan melihat di televisi ada kecelakaan di Masjidil Haram, tapi tak menyangka bapak ikut jadi korban. Apalagi tiga hari sejak kejadian baru dapat kepastiannya,” ungkap Faidzin.

Pihak keluarga di Malang, kata dia, ditelepon oleh Ifah yang mengabari nama bapaknya termasuk dari 10 calon haji asal Indonesia korban kejatuhan crane.

“Ifah membaca berita di media ‘online’ (dalam jaringan) dan menyebut ada nama bapaknya. Kami masih ragu karena dari pemerintah atau pihak resmi terkait tak ada yang menginformasikan,” tuturnya.

Namun, saat mengecek nomor paspor, kloter dan embarkasi mana yang menjadi korban, ternyata benar nama Mas’adi termasuk di antaranya.

Kepastian lainnya didapat dari Kepala Desa Simojayan, Abdullah, rekan satu kloter korban. Pihak keluarga juga telah mendengar langsung dari ibunya, Jamilah, yang meneleponnya langsung dari Mekkah.

“Pak Kades dan ibu sempat bilang kalau setelah kejadian sempat kehilangan bapak. Rasa panik sempat melanda karena sampai malam bapak tidak kembali di penginapan. Bapak dinyatakan hilang karena setelah dicari-cari tidak ditemukan,” paparnya.

Sampai saat ini, lanjut dia, Jamilah belum melihat langsung jasad suaminya di rumah sakit karena khawatir tidak kuasa menahan tangis.

“Kami sudah ikhlas atas kejadian ini dan bapak dimakaman di sana. Sama seperti ucapannya saat sebelum berangkat yang tidak mau kembali ke Tanah Air,” ucapnya mengenang kalimat terakhir almarhum.

Korban lain Tidak hanya Mas’adi yang menjadi korban atas kejadian tersebut. Satu lagi calon haji asal Malang termasuk satu dari 10 korban asal Indonesia.

Namanya Siti Rukayah, wanita berusia 52 tahun asal Desa Banjarsari RT2 – RW 3, Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.

Ketua Muslimat Nahdlatul Ulama kecamatan setempat itu berangkat ke Tanah Suci bersama suaminya, Abdullah (54), tergabung dalam rombongan Kloter 39 Embarkasi Surabaya.

Siti Rukayah yang sehari-harinya berprofesi sebagai guru agama SMP Negeri 2 Kepanjen, Malang, wafat dalam peristiwa tersebut. Sedangkan, suaminya Abdullah berprofesi sama di SMP Negeri 1 Kepanjen, dalam kondisi selamat.

Almarhumah yang meninggalkan dua anak, masing-masing Junaida (29) dan Agus Salim (23) merupakan aktivis perempuan dan saat ini masih dipercaya sebagai Ketua Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) Malang Raya, sekaligus bendahara AGPAII Provinsi Jawa Timur.

Ditemui di rumah duka, Agus Salim mengaku tak memiliki firasat bakal ditinggal selamanya oleh sang ibu. Almarhumah hanya berpesan untuk menjaga keluarga.

“Saya awalnya berpikir itu bukan firasat, sebab pesan beliau sudah lumrah diucap saat akan pergi. Dulu ibu pernah berhaji, dan pesannya sama. Tapi ternyata Allah berkehendak lain dan kami ikhlas,” ucapnya, lirih.

Agus tampak tegar, meski matanya sembab karena tak akan pernah lagi melihat jasad sang ibu.

Kerabat, rekan dan warga lainnya tak berhenti mengucap rasa duka cita mendalam atas kepergian sang ibu, yang saat ini juga tengah melanjutkan pendidikan meraih gelar doktor (S-3) di Universitas Negeri Malang.

“Bapak sudah telepon, dan kami di sini diminta kuat menghadapinya. Bapak juga menguatkan kami karena Insya Allah ibu wafat dalam keadaan syahid,” imbuhnya.

Santunan Pemprov Jatim Mengetahui dua warga asal Jatim menjadi korban meninggal dunia di Masjidil Haram, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf menyatakan berbelasungkawa dan meminta keluarga sabar menghadapinya.

“Sesuai janji Allah, orang-orang yang meninggal dunia ketika menunaikan ibadah haji, Insya Allah langsung masuk surga. Banyak yang ingin wafat di Mekkah, tapi tidak semuanya bisa,” tambahnya.

Mereka yang diambil nyawanya ketika menunaikan ibadah Haji lanjut dia, merupakan orang-orang pilihan Allah SWT.

Atas nama pribadi dan mewakili pemerintah, ia takziah sekaligus ikut menggelar tahlil sekaligus mendoakan almarhum dan almarhumah di rumah duka, masing-masing di Ampelgading dan Ngajum.

Mantan ketua umum Gerakan Pemuda Ansor itu berharap keluarga maupun kerabat yang ditinggalkan ikhlas dan sabar menghadapi ujian dari Allah SWT.

“Ikhlas itu mudah diucapkan, namun susah dilakukan. Tapi, ikhlas itu pahalanya sangat luar biasa jika bisa melakukannya,” ucapnya.

Mantan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal tersebut juga mendoakan keluarga korban mendapat ganti berupa rahmat berlimpah dari Allah SWT.

Orang nomor dua di Jatim itu juga menyampaikan bahwa seorang Muslim yang berangkat haji merupakan panggilan dari Allah SWT yang tidak semua orang bisa mendapatkannya.

Ia bercerita pernah suatu ketika menanyai suami istri berusia lanjut menunaikan ibadah haji, meski tidak memiliki uang lebih karena setiap harinya berprofesi sebagai tukang pijat.

Ternyata, lanjut dia, keduanya disiplin menabung Rp5 ribu setiap harinya selama 20 tahun hingga akhirnya naik haji.

“Ini bukti bahwa uang bukan segalanya ke Mekkah. Siapapun yang dipanggil meski tidak kaya, pasti berangkat. Sebaliknya, sekaya apapun orang itu jika tak dipanggil maka tidak berangkat,” paparnya.

Sementara itu, Gus Ipul yang didampingi Kepala Biro Kesejahteraan Masyarakat Bawon Adhiyitoni, juga memberikan santunan untuk keluarga korban.