Jakarta, Aktual.com– Imam Syafi’I merupakan salah satu Imam yang menjadi poros dalam Ilmu Fiqih. Dalil-dalil, hujjah-hujjah, dan argumennya dijadikan sebagai rujukan oleh ulama-ulama yang lain.
Banyak komentar-komentar yang ditujukan kepada beliau tentang kecerdasannya. Ibrahim bin Abi Thalib al-Hafidz pernah berkata, “Aku bertanya kepada Abu Qudamah as-Sarkhasi tentang Imam Syafi’I, Imam Ahmad, Abu Ubaid, dan Ibnu Rahawaih, maka Dia menjawab, ‘Imam Syafi’I adalah orang yang paling cerdas di antara mereka semua.’”
Diantara kecerdasan Imam Syafi’I, beliau sangat cepat dalam menjawab setiap permasalahan fiqih. Suatu ketika ar-Rabi’ bercerita, “Pada suatu hari ketika aku sedang bersama Imam Syafi’i, seseorang datang dan bertanya, ‘Wahai guru, apa pendapatmu tentang seseorang yang sedang bersumpah dengan berkata, ‘Apabila dalam sakuku terdapat banyak uang lebih dari tiga dirham, maka budakku merdeka. Sedangkan dalam saku orang yang bersumpah tersebut hanya terdapat uang sebanyak empat dirham saja. Apakah orang itu harus memerdekakan budaknya?”
“Ia tidak wajib memerdekakan budaknya, karena orang tersebut telah mengecualikan sumpahnya dengan banyak dirham, sedangkan empat dirham itu mempunyai kelebihan satu dari tiga dirham yang disumpahkan. Satu dirham bukanlah banyak dirham sebagaimana yang dimaksudkan dalam sumpahnya,” jawab Imam Syafi’i.
Mendengar penjelasan ini, maka penanya kemudian berkata, “Aku beriman kepada Zat yang telah memberikan ilmu melalui lisanmu.”
Walaupun Imam Syafi’I dikenal sebagai orang yang paling cerdas. Suatu ketika, ada sebuah permasalahan yang belum bisa Ia jawab. Ia membutuhkan waktu selama 3 hari hanya untuk menjawab satu pertanyaan.
Pada saat itu ada seorang laki-laki tua datang ke majlis Imam Syafi’i. Dia berkata, “Apakah dalil dan bukti dalam agama Allah?”
“Kitabullah,” jawab Imam Syafi’i.
Laki-laki itu bertanya lagi, “Apa lagi?”
“Sunnah Rasulullah SAW,” jawab Imam Syafi’i.
“Lalu?” tanya lagi.
“Kesepakatan umat,” lanjut Imam Syafi’i.
“Dari mana kamu bisa mengatakan kesepakatan umat?” tanya laki-laki itu karena penasaran.
Saat itu Imam Syafi’I hanya bisa diam tak merespon pertanyaan tersebut.
Laki-laki itu memberi tantangan kepada Imam Syafi’I untuk menjawab pertanyaan tersebut dalam waktu tiga hari.
Imam Syafi’I pulang. Di rumah Ia membaca banyak buku-bukunya dan terus mencari jawaban tersebut. Tiga hari telah berlalu, Laki-laki tua tersebut datang ke majlis Imam Syafi’I. Dia duduk dan memberikan salam kepadanya.
“Aku telah membaca al-Quran siang dan malam sebanyak tiga kali. Sehingga Allah SWT menunjukkan kepadaku firman-Nya,
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam. Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa’: 115).
Barang siapa yang menyelisihi apa yang disepakati oleh ulama muslimin tanpa ada dalil shahih, nisacaya Allah memasukannya ke Neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali,” jawab Imam Syafi’I kepada Laki-laki tersebut.
“Kamu benar,” ucap Laki-laki itu.
Itulah salah satu kisah dimana Imam Syafi’I menemukan dalil Ijma’ dari al-Quran.
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra