Aktifitas keberangkatan dan kedatagan pesawat di landasan pacu Bandara Ngurah Rai, Bali, Senin (8/8). Bandara Ngurah Rai yang termasuk salah satu bandara internasional tersibuk di Indonesia saat ini fokus pada pemeliharaan landasan pacu dan pengembangan apron atau tempat parkir pesawat agar menampung lebih banyak armada. ANTARA FOTO/Wira Suryantala/nym/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Menjadi tukang pijat keliling tidak menyurutkan Juhaeriyah, 46 tahun, untuk menyekolahkan keempat anaknya. Meski hasilnya dibilang pas-pasan, namun warga Cinere, Depok, Jawa Barat, itu tidak pernah menyerah untuk mewujudkan mimpinya yakni memberikan ‘penghidupan’ yang layak bagi anaknya.

Juhaeriyah menjalani profesinya sebagai tukang pijat panggilan selama 15 tahun. Karena kesabaran dan keuletannya, selalu saja ada warga yang membutuhkan jasanya. Memanfaatkan ponselnya, dalam sehari ia bisa menerima jasa pijat antara 2 hingga 5 orang.

Anak pertamanya, Linda Ayu Valena (24), berhasil menggondol keahlian pramugari dan saat ini bekerja di salah satu maspakai penerbangan di Indonesia. Anak kedua, Lita Ayu Rosita (19), duduk dibangku kuliah Universitas Muhammadiyah Jakarta. Sementara anak ketiga Vionita Ayu Candra (15) tengah menempuh pendidikan di SMA PGRI Pondok Labu. Terakhir, si bungsu Nabila Ayu Saputri (11) duduk di Kelas V SD Negeri Cinere 01.

Diungkapkan Juhaeriyah, tekadnya menyekolahkan anaknya datang saat memiliki anak pertama Linda. Berkaca pada pekerjaan yang dilakoninya, ia menginginkan anaknya tidak mengalami apa yang dialami orang tuanya. Salah satu jalannya adalah dengan memberikan bekal pendidikan yang cukup bagi anak-anaknya.

“Dulu, saya hanya lulusan SMP. Saya bertekad anak saya bisa sekolah setinggi-tingginya,” kenang dia.

Pekerjaan yang dijalaninya sekarang, diceritakan Juhaeriyah, berawal dari biduk rumah tangganya dengan Jamaluddin (49) yang saat itu berada diujung tanduk. Saat tak punya pekerjaan, ia mendapatkan informasi pekerjaan sebagai terapis di sebuah salon. Namun pekerjaan itu dilakoni hanya sebentar. Alasannya, anak-anaknya dirumah jadi kurang pengawasan.

Keluar dari salon, Juhaeriyah yang akrab disapa Yuli itu kemudian menawarkan jasa pijat dengan menggunakan selebaran promosi. Penawaran jasa pijat mendapatkan sambutan baik dari lingkungan rumah setempat. Dari situ, melalui pembicaraan masyarakat, ia terus mendapatkan pelanggan baru.

“Prosesnya dari mulut ke mulut. Sekali pihak 1,5 jam dengan tarif 30 ribu. Selesai pijat saya bisa urus anak lagi,” kata Yuli.

Meski disambut baik masyarakat setempat, namun ia sempat kesulitan saat membiayai anak pertamanya masuk SMP. Dengan terpaksa, Yuli meminjam uang ke pelanggannya dengan bayaran upah memijat. Untuk keperluan sehari-hari anaknya pada awal sekolah, ia bahkan mencicil bayaran buku, seragam dan keperluan seklah lainnya.

Dalam mendidik anaknya, Yuli sempat dibuat kaget dengan cita-cita Linda yakni menjadi dokter. Padahal untuk kehidupan sehari-hari saja pas-pasan. Karenanya ia memberikan masukan kepada anaknya mengenai informasi pekerjaan sebagai pramugari. Profesi itu bukan datang tiba-tiba, melainkan informasi dan tawaran dari pelanggannya.

“Dia (pelanggannya) tanya-tanya ke saya, punya anak perempuan nggak. Kalau mau jadi pramugari saja. Saya pikir nggak mungkin anak kampung jadi pramugari. Perasaan saya jadi pramugari itu orang yang punya modal dan sukses,” jelas Yuli mengenang pembicaaan dengan pelanggannya.

Syukurnya, Linda memahami saran ibunya. Penerimaan Linda ini disambut suka cita Yuli hingga ia bertekad memberikan pelajaran tambahan yakni kursus bahasa Inggris. Kebetulan pula, anak pertamanya ingin belajar jurusan pariwisata di SMK Negeri 57 Jakarta.

Selepas SMK, Linda ingin langsung bekerja namun ibunya menginginkan agar anaknya melanjutkan lagi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Linda kemudian meneruskan kuliah di Akademi Pimpinan Perusahaan jurusan Managemen Keuangan. Dari situlah kemudian mimpinya bisa diraih.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendi diketahui memberikan Apresiasi Orang Tua Hebat pada 15 keluarga yang sukses mendidik anaknya meski memiliki keterbatasan ekonomi. Penghargaan diberikan pada akhir Agustus 2016 lalu.

Muhadjir berharap dengan pemberian penghargaan ini ke depan paling tidak ada perhatian dan peningkatan intensitas pelibatan keluarga dalam pendidikan anak.

Sementara Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga, Sukiman, menyatakan pada tahun 2015 Kemendikbud membentuk Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga dan merintis program pendidikan keluarga di 5.000 satuan pendidikan di seluruh Indonesia.

Pihaknya menyampaikan harapannya agar kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BUMN/D, sektor swasta, dan masyarakat umumnya turut membantu dan terlibat aktif dalam progam pendidikan keluarga tersebut.

(adv)

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan