Ilustrasi- Ibnu Arabi

Jakarta, aktual.com – Luqman, seorang individu yang bijak, telah diabadikan namanya dalam salah satu surat Al-Qur’an. Salah satu nasihat terkenal yang diwariskan oleh Luqman kepada anaknya adalah untuk senantiasa mengungkap rasa syukur kepada Allah.

Luqman meyakini bahwa tidak ada nasib buruk, karena segala hal telah direncanakan secara teliti oleh Allah. Cerita yang berasal dari Said bin Musayyab mengisahkan bahwa Luqman menasihati anaknya agar meyakini bahwa segala pemberian dari Allah, baik yang disenangi maupun tidak, sesungguhnya merupakan hal terbaik.

“Wahai ayah, saya belum bisa melakukannya sebelum saya membuktikannya sendiri,” jawab anaknya Luqman.

Setelah mendengar hal tersebut, Luqman mengarahkan anaknya untuk bertemu dengan seorang nabi yang hidup pada masa itu, dengan harapan dapat memperoleh penjelasan yang lebih terperinci. Hal ini diharapkan akan membantu anaknya memahami dengan lebih menyeluruh.

“Mari ayah, kita temui nabi tersebut,” jawab anaknya.

Setelah bersepakat, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadap sang nabi. Mereka memikirkan berbagai persiapan, mengingat perjalanan yang akan mereka lalui sangatlah sulit dan jauh. Termasuk di dalamnya adalah menyiapkan dua ekor keledai yang akan menjadi alat transportasi bagi Luqman dan anaknya.

Setelah berhari-hari melakukan perjalanan, akhirnya mereka tiba di sebuah gurun yang sangat tandus. Persediaan makanan dan minuman semakin menipis, dan energi mereka berdua semakin menurun.

Namun tidak hanya itu, keadaan keledai yang mereka tunggangi juga semakin lambat. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk turun dari keledai dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki.

Di tengah kondisi tersebut, Luqman melihat sesuatu yang menarik perhatiannya di kejauhan. Ada suatu penampakan berwarna hitam dan asap yang menggumpal.

“Bayangan hitam berarti pohon, asap berarti pemukiman penduduk,” ucap Luqman dalam hatinya.

Dengan langkah-langkah yang terus dijalankan, keduanya berusaha untuk segera mencapai pemukiman. Saat mereka berjalan, anak Luqman tidak sengaja menginjak sebuah tulang hingga jatuh dan pingsan. Luqman sendiri terus berjalan dengan fokusnya, tanpa menyadari insiden tersebut dan mengira bahwa semuanya dalam keadaan baik.

Namun, ketika Luqman akhirnya memutar kepalanya ke belakang, ia baru menyadari bahwa anaknya telah terjatuh dan pingsan. Ia segera bergegas mendekatinya. Dalam keadaan sedih, Luqman menggunakan giginya untuk mencabut tulang yang mengganggu, kemudian ia menggunakan surbannya yang disobek untuk membungkus luka di kaki anaknya.

Ketika matanya bertemu dengan wajah anaknya, air mata Luqman mengalir turun ke pipi sang anak, hingga akhirnya sang anak sadar dari pingsannya.

“Ayah mengapa menangis, bukannya apa yang menimpa saya ini adalah yang terbaik?” ucap anaknya sambil mengeluh kepada Luqman, mengingat semua bekal sudah habis dan keduanya masih di tengah gurun pasir.

“Anakku, aku menangis karena perasaan sedih seorang ayah kepada anaknya. Mengenai pertanyaanmu, bagaimana bisa kejadian ini lebih baik bagimu, mungkin di depan nanti kita akan mendapatkan jawabannya. Bisa jadi musibah ini lebih ringan daripada musibah yang ada di depan sana, sehingga Allah menghentikan kita di sini dengan musibah ini,” jawab Luqman menenangkan anaknya.

Setelah berhasil menenangkan anaknya, Luqman mengalihkan pandangannya ke depan. Namun, ia menyadari bahwa bayangan hitam dan asap yang sebelumnya terlihat telah menghilang.

“Sudahlah. Mungkin Allah sudah menyiapkan rencana lain,” kata Luqman dalam hatinya.

Hanya beberapa saat kemudian, dari kejauhan tampak seorang individu berbusana putih yang sedang menunggang kuda. Dengan penuh perhatian, Luqman terus mengamati pribadi tersebut saat ia semakin mendekat. Namun, yang menarik perhatiannya, ketika sosok itu sudah hampir sampai, ia seolah-olah menghilang, meskipun suaranya tetap terdengar.

“Apakah kamu Luqman?” Tanya sosok yang tidak terlihat itu.

“Iya benar, saya Luqman. Wahai Hamba Allah, siapa engkau sebenarnya? Saya bisa mendengar suaramu tapi tidak melihat wujudmu,”

“Aku Jibril, hanya malaikat Muqarrabun dan Nabi saja yang bisa melihatku,” jawab sosok itu.

“Jika kamu Jibril, tentu kamu mengetahui apa yang sebenarnya terjadi,”

Kemudian, Jibril menjelaskan bahwa tugas yang Allah berikan padanya adalah untuk menghancurkan kota yang tampak di hadapan mereka beserta penduduknya. Pada saat yang hampir bersamaan, Jibril mengetahui bahwa Luqman dan anaknya sedang dalam perjalanan menuju kota tersebut. Dengan demikian, Jibril berdoa kepada Allah agar Luqman dan anaknya dihentikan, mencegah mereka sampai ke kota dan mengalami nasib yang sama dengan penduduknya.

Dengan tangan lembut, Jibril menyentuh kaki anak Luqman yang terluka, dan dalam waktu singkat lukanya sembuh seperti tidak pernah terjadi. Bahkan persediaan makanan dan minuman yang dibawa oleh Luqman menjadi kembali penuh setelah disentuh oleh Jibril. Tak lama kemudian, Jibril mengangkat keduanya dan membawa mereka kembali ke kota asal mereka.

Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa sebenarnya tak ada nasib buruk yang mutlak, karena di balik segala peristiwa pasti terdapat hikmah yang tersembunyi. Hikmah ini mungkin baru akan terbuka pada masa depan, atau bahkan setelah beberapa waktu.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Rizky Zulkarnain