Jakarta, Aktual.com – Sahabat-sahabat Rasulullah SAW sangatlah banyak, dengan banyaknya sahabat Rasulullah tersebarlah dakwah-dakwah Islam di seluruh penjuru dunia.
Dalam sejarah, sahabat pertama Rasulullah dalam dakwah itu ada 10 orang, atau yang dikenal sebagai Assabiqunal Awwalun. Mereka lah yang pertama kali menemani Rasulullah dalam dakwah secara sembunyi maupun terang-terangan.
Kemudian, kita telah mengenal siapa sahabat-sahabat pertama Rasulullah, lalu yang siapakah sahabat Rasulullah SAW yang terakhir? Berikut kisahnya:
Beliau adalah Abdullah bin Zaid al-Jarmi atau yang dikenal sebagai Abu Qilabah, sepanjang hidupnya dikenal sebagai ahli ibadah. Abdullah bin Muhammad menuturkan kisah wafatnya sahabat Rasulullah SAW ini.
Suatu ketika terjadi peperangan besar di daerah Syam, Abdullah yang saat itu merupakan prajurit Islam terlepas dari pasukan perang dan terdampar di sebuah tanah lapang dekat pesisir. Kian hari, bekal makanannya semakin menipis, di saat dirinya tidak tahu harus ke mana, ia justru menemukan satu tenda yang berdiri di atas tanah lapang.
Tanpa pikir panjang, Abdullah menghampiri tenda yang tampak kumuh itu. Dia melihat seorang pria tua yang sudah tidak memiliki kedua tangan dan kaki. Abdullah juga menyadari bahwa pendengaran orang tersebut tidak normal, mata rabun, dan hanya lidah yang masih bisa berbicara.
Dengan sembunyi-sembunyi, Abdullah menyimak setiap kata yang keluar dari mulut orang tua tersebut.
“Wahai Allah, berilah petunjuk agar aku dapat terus memuji-Mu, sehingga aku dapat bersyukur atas nikmat yang Engkau berikan. Sungguh, Engkau telah melebihkan diriku atas kebanyakan manusia,” ucap orang tua tersebut.
Tak dapat menahan rasa heran, Abdullah yang sebelumnya sudah mengucapkan salam berkata, “Wahai, Kakek, Aku mendengar dirimu tadi berkata demikian, dan aku melihat bahwa dirimu sudah dilebihkan oleh Allah SWT. Lalu, Nikmat Allah mana yang telah engkau syukuri?”
Kakek tua itu menjawab, “Apa kau tidak melihat apa yang telah Allah lakukan padaku? Demi Allah, seandainya ada halilintar datang menghanguskan tubuhku, atau gunung-gunung menindihku, laut menenggelamkanku, dan bumi menelan tubuhku. Aku tetap bersyukur,” Lalu, kakek tua itu menunjuk bibirnya.
“Aku memang tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongmu. Aku bahkan tidak bisa bergerak walau bahaya bisa saja datang. Tapi, aku punya seorang anak laki-laki. Dialah yang menolongku, membantuku untuk berwudhu, menyuapiku ketika lapar, dan memberiku minum saat haus,” lanjutnya.
Abdullah keheranan karena ia tidak melihat satu orang pun dalam tenda ini. Orang tua ini seperti tahu apa yang dipikirkan Abdullah. Lantas, pemilik tenda ini menjelaskan lebih lanjut.
“Tapi, sudah tiga hari aku tidak mendengarnya. Aku kehilangan dirinya, bisa kah kau menemukannya?” ucap pemilik tenda.
Karena melihat hal tersebut hati Abdullah terenyuh, Abdullah pun menolong orang tua tersebut. Ia mencari anak hilang itu, hingga sekian lama mencari, dia melihat pemandangan yang memilukan. Anak laki-laki yang dicari sudah tidak bernyawa, meninggal akibat diterkam hewan buas.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Bagaimana caraku memberitahukan ini kepada orang tua itu?” ucap Abdullah dengan kaget.
Dengan wajah terkejut ketika menemukan anak laki-laki tersebut sudah tidak bernapas. Abdullah memberanikan diri untuk menyampaikan hal ini. Bagaimana pun, orang tua itu harus tahu apa yang sudah terjadi pada anak laki-laki yang dicarinya tersebut.
Bagaimana pun juga, hanya Allah SWT lah yang dapat menentukan nasib seseorang.
Abdullah pun memasuki tenda, ” Assalamualaikum,” ujarnya.
“Waalaikum salam. Engkaukah itu yang tadi menemuiku?” jawab orang tua ini.
“Ya,” kata Abdullah.
“Bagaimana pencariannya? Apakah engkau berhasil menemukan anakku?” Tanya si kakek tua.
Namun, Abdullah seperti tidak sanggup menyatakan apa yang terjadi pada anak si bapak tua ini.
“Apakah Tuan pernah mendengar kisah Nabi Ayyub As?” Abdullah mencoba untuk mulai membuka penjelasan.
“Ya, dia merupakan salah satu rasul yang mulia.”
“Apakah kau tahu bagaimana Allah SWT menguji Nabi Ayyub SAW dengan harta, keluarga bahkan anak-anaknya?”
“Ya, tentu saja aku tahu,” jawab orang tua ini yang heran dengan maksud obrolan ini.
“Lantas, apa kau juga tahu bagaimana Nabi Ayyub SAW menyikapi cobaan-cobaan yang diberikan Allah SWT?” tanya Abdullah.
“Ia selalu bersabar, bersyukur, dan memuji Allah,” jawab orang tua tersebut.
“Bahkan, Nabi Ayyub AS pun dijauhi sahabat-sahabatnya?”
“Benar, ia pun tetap bersyukur kepada Allah SWT. Apa maksudmu menceritakan soal Nabi Ayyub AS secara tiba-tiba?” Akhirnya orang tua itu bertanya akan maksud dari perbincangan dengan tamunya.
“Aku telah menemukan anakmu. Namun sayang, saat kutemukan, dirinya sudah tidak bernapas. Jasadnya ada di antara gundukan pasir dan diterkam kawanan binatang buas. Semoga Allah SWT melipatgandakan pahala engkau yang bersabar atas musibah ini,” jelas Abdullah.
“Segala puji bagi Allah. Dia telah menciptakan bagiku keturunan yang tidak bermaksiat kepada-Nya,” jawab orang tua itu.
Selang beberapa waktu, orang tua sekaligus pemilik tenda tersebut meninggal dunia.
“Inna lillah wa inna ilaihi raji’un,” ujar Abdullah
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra