Jakarta, Aktual.com –Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak akan lagi memberikan izin terhadap ekspor benih bening lobster (BBL) karena ingin betul-betul menggalakkan budi daya lobster guna meningkatkan ekspor lobster untuk ukuran konsumsi.

“Yang namanya ekspor benih bening lobster tidak akan lagi ada. Konsekuensinya satu, kita harus galakkan budi daya karena permintaan untuk lobster konsumsi pasti selalu meningkat seiring pertambahan penduduk,” kata Plt Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Antam Novambar dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Antam menegaskan bahwa ekspor BBL sampai saat ini masih dilarang dan akan terus dilarang dengan maksud untuk mengutamakan budi daya lobster dalam negeri.
Dengan adanya pelarangan ekspor BBL tersebut, lanjutnya, maka diperkirakan akan semakin banyak modus yang akan digunakan untuk menyelundup apalagi keuntungan yang diraih tidak kecil.

“Penyelundupan tidak akan terjadi kalau tidak ada permintaan dari Vietnam. Kisaran harganya bisa sampai 7 dolar per satu ekor,” ungkapnya.

Senada, Kepala Badan Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP Rina menyatakan pihaknya berkomitmen tidak lagi memperpanjang izin ekspor BBL.

Rina mengapresiasi berbagai tindak penggagalan upaya penyelundupan yang dilakukan hasil kerja sama dengan berbagai instansi terkait seperti instansi kepolisian dan bea cukai.

Ia mengungkapkan kasus pelanggaran penyelundupan periode 23 Desember 2020 sampai dengan 14 April 2021 didominasi oleh 18 kasus penyelundupan komoditas benih bening lobster, dengan total jumlah sekitar 1,39 juta benih.

Sedangkan kasus penyelundupan lainnya per komoditas adalah tiga kasus komoditas kerang hias, tiga kasus komoditas ikan hidup, tiga kasus komoditas lobster bertelur, dua kasus komoditas kepiting yang tidak sesuai ukuran yang diperbolehkan untuk diekspor, satu kasus komoditas ikan arwana, dan lima kasus produk ikan lainnya.

Dalam periode tersebut maka secara rekapitulasi ada sekitar 35 kasus dengan nilai sumber daya ikan yang bila disetarakan adalah berjumlah lebih dari Rp210 miliar. (Antara)

Artikel ini ditulis oleh:

Arie Saputra